Category Archives: Psychology
Membatasi dan Membuka Diri
Adakalanya membatasi dan membuka diri itu diperlukan. Membatasi diri memang mempunyai korelasi yang sangat jelas dengan membuka diri, dimana membatasi diri berarti memberikan ruang gerak kepada yang lain sementara membuka diri bersedia menerima gerak-gerik orang lain, bersedia mengalah akan prilaku tertentu yang diperbuat orang lain dimana sebelumnya tidak terbiasa menempel pada kehidupan secara pribadi.
Perlu membatasi diri? Tentu saja, karena kebiasaan atau tabiat kehidupan seseorang itu berbeda-beda. Setiap orang berharap bahwa kehidupannya saat ini dan selanjutnya akan menjadi lebih baik daripada sebelumnya, hal itulah yang mungkin menjadi alasan kita semua membatasi dan membuka diri. Jika tidak demikian atau terjadi kebalikannya, โBuat apa bersusah-payah dilakukan?โ
Berkelit dalam Badai
Berlandaskan tanah pijakan, dengan sekelebat pandangan dua bola mata yang tak dapat menutup begitu saja, terlebih hembusan angin membawa kabar tentang sebagian berita duka yang menghiasi perjalanan riangnya. Ya, itulah hidup namanya. dimana tidak melulu berada pada suasana yang nyaman, manakala tiba saatnya berkawan kesedihan akibat sesuatu yang tidak diharapkan tak dapat dielak lagi.Tidak hanya saya, kamu, dia atau mereka, melainkan semuanya. Hal tersebut mutlak adanya yang berbeda hanyalah kadar dan jenisnya saja.
Berkelit dalam Badai, ini hanya perumpamaan saja dimana tulisan ini sedikit menyinggung masalah tantangan-tantangan hidup dari kaitannya dengan kopleksitas kehidupan di kota besar, dimana banyak hal yang harus diperhitungkan untuk tinggal di kota besar, harus sudah paham betul akan probrlematika sosial kehidupan di kota besar. Kalau tidak, niscaya kata “gagal” akan mudah menghampiri. Tak banyak orang yang sanggup bertahan lama hidup di metropolitan tanpa pekerjaan. Paling tidak kita memerlukan biaya untuk membayar sewa tempat tinggal (yang di kota besar relatif sangat mahal), walaupun masih dapat memaksakan diri makan seadanya.
Belajar Memaknai Sisa
Perjalanan ini telah dimulai, semua yang ada hanyalah sisa. Sebuah makna kata “sisa” terkadang tidak enak didengar, tidak hanya itu saja, tidak sedikit dari kita terkadang mengasumsikan dengan sesuatu yang bernilai negatif atau tidak berguna. Sisa makanan, sisa kotoran dan sisa-sisa lainnya misalnya. Padahal dari sisa tersebut seharusnya kita mengakui mengandung makna yang sangat berarti buat sisa lainnya yakni waktu.
Dari sisa makanan misalnya, memberikan kita sebuah pemikiran harus adanya akan suatu ukuran untuk mengkonsumsi makanan tersebut dikemudian hari. Coba bayangkan diluar sana masih banyak yang membutuhkannya ketimbang dibuang, mungkin bisa menyisihkan kelebihan anggarannya untuk mereka yg membutuhkan. Sementara sisa kotoran atau noda memberikan sebuah pemikiran kepada kita untuk menghindari mendekatkan diri dengan kotoran tersebut kedepannya jika memang tidak menginginkan noda tersebut menempel selamanya, secara tidak langsung menyuruh kita lebih waspada. Benar-benar perlu belajar memaknai sisa “kata sisa”.
Kematangan Diri Secara Emosional
Sedikit saja mengira-ngira mengenai kematangan diri secara emosional, mencoba mengaitkannya dengan kematangan secara sosial, mudah-mudahan bisa menunjang akan menjadikan pribadi kita yang tiada matinya ๐
Mendewasakan emosional sebelum memasuki dunia nyata sangatlah penting bagi kita semua terlebih-lebih yang hendak menjalin hubungan antar sesama, seperti halnya “Kematangan Diri Secara Sosial” secara emosional jg sangatlah penting.
Jika kita sudah bisa mandiri secara emosional yang berakan dari berbagai emosi , harus bisa melepaskan ketergantungan dan keterikatan secara emosional dengan orang tua dan kerabat dekat lainnya.
Maaf jika kurang tepat karena saya sendiri bukan pakarnya dan sama sekali belum mengalaminya, hal ini menyinggung masalah rumah tangga sebagai contohnya, dimana sebelumnya saya menangkap dua kejadian nyata dalam sebuah rumah tangga, pernah menjumpai (melihat dan mendengar) sebuah rumah tangga dimana antara suami dan istri belum terikat kuat secara emosional.
Kematangan Diri Secara Sosial
Kematangan diri secara sosial seseorang dengan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kemampuan dirinya untuk beradaptasi dan menjalin hubungan yang sehat dan memuaskan dengan orang lain. Dan seseorang dikatakan matang secara sosialnya, apabila ia mampu memahami kondisi orang lain baik kekurangan maupun kelebihan yang dimilikinya. Selain itu dirinya juga harus bisa menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri sendiri. Dan apabila seseorang memiliki kemampuan seperti itu, tentu akan memudahkan dirinya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan pihak lain.
Dari sini nampak jelas bahwa kematangan sosial merupakan hal yang sangat penting apabila hendak membina hubungan persahabatan, kekerabatan dan tentu saja hubungan rumah tangga, karena sebelumnya satu dengan yang lainnya adalah orang asing yang berbeda karakter dan latar belakangnya serta masing-masing pihak pasti memiliki kekurangan maupun kelebihan.