Membatasi dan Membuka Diri
Adakalanya membatasi dan membuka diri itu diperlukan. Membatasi diri memang mempunyai korelasi yang sangat jelas dengan membuka diri, dimana membatasi diri berarti memberikan ruang gerak kepada yang lain sementara membuka diri bersedia menerima gerak-gerik orang lain, bersedia mengalah akan prilaku tertentu yang diperbuat orang lain dimana sebelumnya tidak terbiasa menempel pada kehidupan secara pribadi.
Perlu membatasi diri? Tentu saja, karena kebiasaan atau tabiat kehidupan seseorang itu berbeda-beda. Setiap orang berharap bahwa kehidupannya saat ini dan selanjutnya akan menjadi lebih baik daripada sebelumnya, hal itulah yang mungkin menjadi alasan kita semua membatasi dan membuka diri. Jika tidak demikian atau terjadi kebalikannya, “Buat apa bersusah-payah dilakukan?”
Bayangkan, kehidupan kita sebelumnya dengan tinggal dalam sebuah ruangan. Kemudian kita mengundang masuk orang lain. Berarti kita harus siap berbagi ruang dengannya, bukan? Kita tidak lagi berada dalam suasana sebelumnya di ruangan tersebut. Atau pula kita ambil contohnya dari yang berumah-tangga; Andaikata seorang suami keantengan melakukan sesuatu, misalnya saja membaca surat kabar. Seorang istri yang melihat suaminya membaca koran melulu, menyindir, “Enak benar jadi koran, ya. Setiap hari dipegang-pegang, …” Suaminya menjawab, “Uh, andaikata istri saya itu koran … , setiap hari ganti!” Contoh tersebut menuntut sang suami untuk mebatasi diri supaya tidak terlalu keantengan membaca surat kabar dan mau membuka diri untuk membantu pekerjaan sang istri yang mungkin lagi sibuk-sibuknya, meskipun tidak biasa dilakukan sebelumnya dan tanpa diminta secara langsung, misalnya saja, membantu menjemurkan pakaian, menggendong anak, dan lain-lain.
Terkait dengan hal tersebut, sifat egoisme dapat menjadi salah satu musuh yang paling jahat dalam membina hubungan antar sesama dalam kehidupan sehari-hari. Selama orang sanggup mengatasi egoisme-nya, niscaya ia akan merasa nyaman menjalani kehidupannya. Mengatasi egoisme tidak selamanya berarti mengalah dan terus menerus mengalah, melainkan cuma “memberi sedikit ruang kepada orang lain dan mau membuka diri terhadap hadirnya orang lain”. Selain ruang, kita juga dituntut untuk saling memberi waktu kepada yang lain. Ini bisa berarti kita harus membatasi dan membuka diri terhadap kebiasaan kita dalam kaitannya dengan orang lain dalam berprilaku atau bertindak. Sebab, ada orang lain yang kini berhak mendapat perhatian kita. Misalnya: Ditempat yang lama setiap hari libur biasanya berkaraoke-ria sekencang-kencangnya meskipun tidak dalam ruangan yang kedap suara. Namun, setelah menjalani kehidupan yang baru dengan tempat tinggal yang baru pula kita dituntut untuk tidak berprilaku seenaknya saja meskipun hal tersebut telah menjadi kebiaasaan lama, hal tersebut bisa saja mengganggu kenyamanan tetangga kalau saja kita berteriak kencang tanpa etika. Jadi, kata kuncinya disini adalah membatasi dan membuka diri. Wallahu A’lam Bishawab.
Tulisan ini terinspirasi dari kisah nyata sebuah paku dan palunya. Makna lain yang tersirat dari kisah ini mudah-mudahan bisa tertuangkan diwaktu mendatang. Amin.
Komen heula, baru baca…
Hmmm nice,
memang harus ada dan harus selalu ada ruang dalam diri ini untuk orang lain. Karena memang manusia ga bisa hidup tanpa manusia lainnya. Indah atau tidaknya ruangan itu tergantung dari indah atau tidaknya kita “Menghiasi Diri”.
Menurut ãñÐrî (IMHO) agar ruangan itu indah, perlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan oleh orang tersebut. Dimanapun kita berada.
Keep on Writing Brother.
Hopefully Alloh Bless U 😉
Hatur nuhun or matur nuwun sanget Dri, mudah2an kita bisa menghiasi diri bukan dengan perhiasan materi semata tetapi dengan akhlak yang selayaknya. Amin.
Saya ingin komentar dari sudut pandang seorang introvert, membatasi diri dilakukan karna ia tidak nyaman dengan orang yang tidak dikenal, tidak dikehendaki, dan ingin dihindari.
Sedangkan, membuka diri dilakukan introverter, ketika dia sudah merasa yakin bahwa orang yang hendak melewati batasan yang sudah digarisnya, adalah orang yang kenal dan dipercaya.
hmm,, berbagi ya, seberapapun besarnya ruang itu dibagi dengan yang lain, pendamping hidup, ortu, anak, sodara, teman, sahabat, tetangga, fakir miskin, dll. Seorang individu butuh sekali ruang untuk dirinya sendiri. Sendiri itu juga perlu, mungkin untuk introspeksi diri. Namun ketika ruang sendiri semakin diperluas, maka yang ada adalah sebutan introvert.
Jadi menurut saya, pembagian ruang itu merupakan hasil dari aksi-reaksi yang ada disekitar kita. [hanya menambahkan saja]
#4. Hatur nuhun wejanganna, bener banget hal yang diutarakan Dhodi itu, karena memang hal tersebutlah yang menginspirasi saya untuk menggoresannya.
#5. Terima kasih juga buat Ajfly yang telah melengkapinya, semoga bisa lebih bermakna. Amin.
memang adanya saatnya kita membuka dan menutup diri….