Menetapkan Kriteria dalam Hidup
Orang bilang hidup itu memilih atau sebagai pilihan. Dari kata memilih atau pilihan tersebut tentu saja tak lepas dari makna sebuah kata “kriteria” atau dengan kata lain berkaitan erat dengannya. Hal itu berlaku dalam berbagai aspek kehidupan, kriteria yang berkaitan dengan sifat atau watak, kriteria yang berkaitan dengan wujud atau fisik, kriteria yang berkaitan dengan lokasi dsb. Misalnya saja dalam dunia pekerjaan, dalam mencari pasangan hidup, sampai-sampai dalam pencarian menu masakan sekalipun diperlukannya, maunya yang enak-enak saja 😀
Lantas, kenapa kita perlu menetapkan kriteria? Paling tidak terdapat beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar mengapa perlu menetapkan kriteria dalam hidup. Ketidak-mungkinan setiap orang, benda atau lokasi cocok dengan kehidupan kita dengan kata lain yang tak bisa dipungkiri kita tidak dengan begitu saja dapat menerima sesuatu yang baru. Alasan kedua, adanya harapan-harapan tertentu yang hanya bisa dipenuhi oleh orang-orang dengan kriteria tertentu, hanya dapat dipenuhi oleh situasi tertentu, hanya dapat dipenuhi oleh lokasi tertentu, dan ini mesti kita tetapkan. Alasan ketiga, dengan menetapkan kriteria, berupaya meminimalisir atau bahkan meniadakan persoalan yang mungkin bisa muncul setelah kita menjatuhkan pilihan. Dan tentu saja banyak alasan-alasan lainnya.
Asa dan Asap Tengah Malam
Dalam kegaguan raga yang bersanding mata hati dan jiwaku memberi anjuran pada diri ini, untuk melihat keindahan dunia berhiaskan pijaran ribuan lampu dalam suasana kelamnya malam. Namun sayang, kepulan asap yang ku kumpulkan tak kuasa kutahan, mereka melayang dan bertebaran lalu menghilang tanpa bayangan.
Jemari ini dituntun mata jiwaku memahami dan mencintai apa saja yang nampak dihadapan mata, mewakili setumpuk rasa untuk meminta jangan pernah meragukan kepastiannya. Sisa-sisa asa berjuang keras untuk dapat memahami keberadaannya dengan menghempaskan segala keragu-raguannya. Meski begitu, keraguan itu tetap ada walau tak pernah aku mengucapkannya, niscaya diri ini enggan melihat kehampaan belaka.
Senyumku, Hanya dan Karena Cinta
Sejenak dalam diam, tanganku menjadi saksi bisu akan aksi gigi ini yang seakan meronta hendak memperlihatkan diri. Manakala kuperhatikan mata jiwaku menemukan bayangan masa lalu. Seperti barisan kata yang keluar dari lengkingan mereka, Tiga Dara (Paramitha Rusady, Ita Purnamasari, Silvana Herman); “hanya cinta yang akan membawamu kembali dan setia padaku.” Tak kuasa ternyata bibir ini menahannya, teringat pada jamannya torehan asa terdampar di negeri antah-berantah tersisa dalam kenangan. Lihat nih senyumnya Manis kan?
Yuk kita buat dunia tersenyum, gampang kok tersenyum itu, gratis lagi 😀 Menurut saya kehadiran senyum itu karena adanya satu kata saja “cinta“. Hal tersebut terjadi tiada lain hanya dan karena adanya cinta. Dan kebetulan sekali hari ini, tepatnya 14 Februari diperingati sebagai hari valentine , dimana dijadikan sebagian orang sebagai hari kasih sayang, jadi tidak ada salahnya jika kita memuja cinta, tentu saja dalam hal ini bukan untuk meniru atau mengikuti tradisi yang mereka rayakan, namun senantiasa berusaha mewujudkan cinta dan kasih sayang selayaknya yang tidak menyalahi berbagai aturan.
Membatasi dan Membuka Diri
Adakalanya membatasi dan membuka diri itu diperlukan. Membatasi diri memang mempunyai korelasi yang sangat jelas dengan membuka diri, dimana membatasi diri berarti memberikan ruang gerak kepada yang lain sementara membuka diri bersedia menerima gerak-gerik orang lain, bersedia mengalah akan prilaku tertentu yang diperbuat orang lain dimana sebelumnya tidak terbiasa menempel pada kehidupan secara pribadi.
Perlu membatasi diri? Tentu saja, karena kebiasaan atau tabiat kehidupan seseorang itu berbeda-beda. Setiap orang berharap bahwa kehidupannya saat ini dan selanjutnya akan menjadi lebih baik daripada sebelumnya, hal itulah yang mungkin menjadi alasan kita semua membatasi dan membuka diri. Jika tidak demikian atau terjadi kebalikannya, “Buat apa bersusah-payah dilakukan?”