Category Archives: Psychology
Sekitar Prasangka atau Praduga
Mengenal akan kata “prasangka” tentunya kita semua memahaminya. Jangan kayak si adek nih, langsung nunjuk aja, he…. Prasangka atau praduga merupakan adanya suatu pikiran atau sikap mengira-ngira terhadap suatu kondisi dimana kita sendiri belum tahu persis kondisi yang sebenarnya. Suatu prasangka memang tidak melulu pada hal negatif, ada juga prasangka positif (kurang lebihnya tidak akan menimbulkan dampak negatif).
Namun, ketika prasangka buruk yang hadir pada diri kita, misalnya kita berpikiran buruk tentang orang lain, segenap sikap kita terhadap orang lain itu akan dituntun oleh prasangka itu. Dalam psikologi, ada yang disebut sebagai selective perception. Manusia pada dasarnya mempersepsi dunia secara selektif, dan itu sangat tergantung pada sikap yang kita bangun mengenai dunia. Sebagai contoh, kalau kita memang sudah percaya bahwa Si A itu jahat, maka setiap kali kita bertemu dengan Si A, kita akan cenderung memberi perhatian terhadap hal-hal dalam diri orang itu yang akan mengukuhkan ketidaksukaan kita. Kita mengabaikan hal-hal baik mengenai dirinya, bahkan ketika ada orang lain yang menyatakan pendapat lain tentangnya.
Yang Terlupakan
Pengalaman mengenai rutinitas yang tidak seimbang sungguh sangat membosankan, hal tersebut sudah barang tentu akan mendekatkan pada “Jenuh” dan mendekatkan pada sesuatu yang bisa terlupakan. Waktu yang dijejali dengan bertumpuk-tumpuk pekerjaan tanpa ada kseimbangan aktivitas lain yang berbeda, waduh gawat bener… Jangan sampai deh, ga enak bgt.
Setiap hari bak robot yang bekerja seharian di depan komputer, keluar hanya untuk makan siang, dan ketika pulang lagi masih menjumpai setumpuk pekerjaan tertunda? Bukan main, sepertinya hari-hari selalu padat merayap dan kurang begitu segar. Apalagi jika melupakan kegiatan di luar pekerjaan seperti bersosialisasi. Bercengkerama dengan diri sendiri, dijadikan cara melakukan aktivitas yang membuat santai di sela-sela berbagai pekerjaan.
Tentang Mimpi dan Masa Depan
Setiap hal dalam kehidupan ini memiliki beragam tanda atau signal akan suatu kejadian di masa yang akan datang. Mungkin sebuah misteri hidup bisa terkuak jika saja jeli menyimaknya. Entah kenapa saya menjadi orang yang penasaran mencari tahu bahwa arti sebuah mimpi dan masa depan itu ada tandanya. Mungkin dari mototonnya situasi yang dialami dan bertumpuknya segudang mimpi barangkali. Mimpi juga katanya memiliki arti. Alhasil, setiap teringat tentang mimpi, pasti akan mencari tahu makna di balik mimpi-mimpi itu. Dengan rasa percaya tidak percaya, tertarik juga mencari tahu arti dari berbagai mimpi yang memiliki.
Untuk percaya mungkin tidak ada salahnya, tapi jujur saja sampai detik ini belum dapat untuk mempercayainya, tetapi herannya tetap saja mencari tahu arti-arti tentang mimpi itu. Jika mendapatkan artinya, saya masih merasa biasa saja dan tidak menganggapnya akan terjadi betulan meskipun kadang-kadang sedikit harap-harap cemas juga.
Merubah Potensi Menjadi Prestasi
Potensi merupakan sebuah nikmat. Dengan potensi yang kita miliki, berarti kita sudah diberikan alat untuk mencapai prestasi yang kita inginkan. Persoalannya, sebuah potensi tidak langsung berubah menjadi nikmat (hasil) dengan sendirinya. Oleh karena itu, diperlukannya aktualisasi untuk merubah sebuah potensi menjadi sebuah prestasi.
Aktualisasi itulah yang disebut syukur. Syukur adalah menggunakan sumber daya (potensi) yang sudah kita miliki atau yang sudah ada untuk mencapai prestasi dengan cara-cara yang tidak melanggar. Kalau melihat definisi kecerdasan milik Howard Gardner, syukur termasuk tanda-tanda kecerdasan. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memproduksi solusi yang tidak melanggar nilai-nilai kebenaran.
Maka terdapat sejumlah penjelasan mengenai beberapa potensi yang perlu dijadikan alat untuk meraih prestasi, hal-hal tersebut diantaranya:
Syukur Nikmat dalam Sebuah Konsep
Berjejalnya berbagai pikiran didalam otak terkadang menuntun kita kearah yang tidak seharusnya. Disaat pikiran dipenuhi beragam permasalahan khususnya, mungkin diantara kita pernah mengalami tidak mengingat nikmat apa yang kita dapatkan. Biasanya sikap yang kerap kali melupakan akan nikmat berasal dari kondisi perbedaan yang dominan atau kontras antara satu dengan yang lainnya, misalnya melihat orang lain sukses sedangkan kita sebaliknya atau malah kita berada dalam kondisi keterpurukan, orang lain pintar menguasai materi pelajaran di sekolah sementara kita sebaliknya, hal tersebut yang kadang menghilangkan nikmat yang diterima seolah-olah tidak ada.
Perlunya syukur nikmat! Jika saja kita menyadarinya dengan sangat bijak, mungkin kita bisa mengakuinya kembali bahwasannya masih ada nikmat-nikmat yang lainnya pada diri kita meski itu berbeda sifat dan bentuknya dengan nikmat yang diterima orang lain. Seperti halnya, Imam Al Ghazali memberi pengertian yang sederhana mengenai nikmat, yakni sesuatu yang membuat hidup kita enak. Nah, pastilah diantara kita semua tahu dan penah merasakan sesuatu yang enak tersebut, itulah sebuah nikmat.