Category Archives: Religion

Hidup dan Mati

Hidup dan Mati! Inilah rasanya hidup, dan entah bagaimana jika kita telah tiada atau mati? Sebagai insan yang berkeinginan menjadi muslim yang baik tentu harus menyadari makna hidup dan mati itu semata untuk diuji Allah. Sebagaimana firman-Nya, bahwa Tuhan menciptakan mati dan hidup untuk menguji manusia, “Siapa-siapa di antara kalian yang baik amalnya!” Ayyukum ahsanu ‘amala (Q.S. 67:2).

Insan yang tidak punya orientasi dalam hidup menilai kehidupan ini hanya untuk hidup, oleh karena itu harus dinikmati sepuas-puasnya selama hayat di kandung badan. Mereka menganggap kematian itu tak lebih ibarat sebuah mesin yang rusak. Bagi Islam, hidup bukanlah sekadar bernafas. Ada segolongan insan yang meskipun jasadnya mati, tetapi Al-Qur’an menamakannya sebagai “orang-orang hidup dan memperoleh rizki” (QS. 3:169). Sebaliknya ada yang nyatanya hidup namun dianggap sebagai “orang yang mati” (QS. 35:22).

Makna hidup dalam perspektif Islam adalah mereka yang bisa menyeimbangkan antara kesenangan duniawinya dan menyiapkan bekal ukhrowinya berdasarkan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Bukankah do’a yang selalu kita mohon ke hadirat-Nya selalu “Rabbana aatina fi al-dunya hasanah, wa fi al-akhirah hasanah” (Tuhan! Karuniakanlah (kami) di dunia kebaikan dan di akhirat kebaikan … !).

Akal Bernafsu, Nafsu Berakal

Melihat dengan kacamata awam, tentang alam dan kehidupan ini memang rasanya tidak mudah. Seperti sebuah ungkapan, “menjalani hidup adalah menjalani sesuatu yang tidak pasti. Yang pasti adalah kematian (menuju kehidupan abadi)“.

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan (ulah tangan) manusia” (QS, Ar-Ruum 30:41).

Daratan dan lautan itu diciptakan untuk manusia. Maka tak ayal jika kemudian daratan dan lautan yang rusak itu berakibat merusak kehidupan manusia pula.

Menjemput Impian, Better World

Masih suasana tahun baru ini rasanya tak habis-habisnya untuk dibicarakan. Impian indah yang senantiasa didambakan selalu membayang dibenak kita, ingin seperti ini, atau seperti itu dan lain sebagainya. Hendak melakukan ini itu tentunya menjadi harapan dimasa yang baru yang sedang dihadapi. Pada intinya, ingin menjadi lebih dan lebih lagi dari yang sudah-sudah. Tentunya dengan adanya berbagai impian yang lebih baik lagi.

Jika mengingat sejenak di tahun yang lalu, sungguh banyak kejadian dan fenomena umat yang sangat memprihatinkan. Kemaksiatan, kemungkaran, dan bahkan kekufuran kerap mewarnai perjalanan sepanjang tahun. Pada akhirnya, bencana alam, musibah kemanusiaan dan kacaunya tatanan sosial di masyarakat pun terjadi. Bukan alam yang salah, apalagi menyalahkan Tuhan dengan menuduh ketidak-adilan. Sesungguhnya ini adalah mutlak dosa manusia, dosa-dosa yang selalu dibiarkan marak terjadi di tengah-tengah kita.

Kembalinya Sang Nabi Baru Abad 21 Kepada Keyakinan Semula

Tadi malam terdengar ucapan nabi baru dalam sebuah pertemuan dengan beberapa ulama dalam berita televisi, bahwasannya ia telah menjalani sebuah kekeliruan. Didalam waktu yang sama ia mengakui bahwa ia hanyalah manusia biasa yang sama halnya seperti kita. Sebagai manusia tentunya kita pun harus maklum atas kekeliruan tersebut, tetapi alangkah lebih bijaknya jika semua diantara kita menjaga apa yang telah digariskan Al-qur’an dengan tidak melakukan atau mengambil tindakan-tindakan secara gegabah, karena bagaimanapun hal ini akan menjadi noda atau mencoreng keyakinan yang kita jalani selama ini. Sebagai orang awam tidak habis pikir, kenapa hal konyol seperti itu bisa dilakukan yang dirasakan tanpa dibarengi dengan rasio yang sehat dan tepat.

Konon, Sistem rekruitmen AI-Qiyadah Al-lslamiyah mengandal kekuatan dana. Siapa yang bisa merekrut 40 orang, ia diberi hadiah kendaraan roda dua. Kalau bisa merekrut 70 orang, diberi kendaraan roda empat. Sungguh fantastis.

Mencari Tuhan dalam Belenggu Sesat

Pola pikir labil mengakibatkan masyarakat cenderung mudah hanyut pada ajaran-ajaran menyesatkan. Itulah yang menyebabkan aliran-aliran sesat ini dengan mudah mendapatkan pengikut.

Mencari Tuhan!

Misalnya cerita tentang Shinta, sekilas tak ada yang aneh dikeseharian keluarga Wahyu Hidayat. Layaknya keluarga harmonis lain, sepulang kerja sebagai pedagang ayam potong keliling hari-hari Wahyu selalu dihabiskan bersama istri dan keempat buah hatinya. Namun, kebahagiaan keluarga ini sempat terenggut beberapa waktu lalu karena si sulung Shinta mendadak hilang. Hanya melalui pesan pendek (SMS), Shinta menghubungi keluarga. Shinta mengaku perkenalannya dengan seorang perempuan sebaya disebuah toko buku mengawali kisah kelam dalam perjalanan hidupnya. Dia hanyut dalam doktrin kelompok sebuah aliran keagamaan yang menganggap zaman kini tak ubahnya zaman jahiliyah. Meski bertolak belakang dengan akal sehat, Shinta tak kuasa menolak dogma pengikut kelompok ini. Selain diwajibkan mengganti nama, Shinta dilarang mengakui anggota keluarganya.