Category Archives: Religion

Tiga Macam Iman

Tiga Macam Iman

Berapa jumlah dan apa saja rukun iman itu memang cukup mudah untuk diingat dan dilisankan. Namun satu pertanyaan penting adalah dari mana datangnya iman? Sebab, seperti syair lagu yang dilantunkan salah satu group shalawat yakni “Iman itu tak dapat diwarisi”.

Jika ada yang bertanya rukun iman ada berapa, maka jawabannya adalah enam. Iman kepada Allah Swt. Iman kepada malaikat-malaikat-Nya. Iman kepada Rasul-rasul-Nya. Iman kepada kitab-kitab-Nya. Iman kepada hari akhir. Iman kepada qadla dan qadar Allah. Sementara, jika diminta menyebutkan bagaimana mengimani enam point tersebut, tentu saja harus mempelajarinya dari para guru atau ulama yang berkeyakinan ahlussunnah waljama’ah. Lalu, apa dan bagaimana perihal tiga macam iman itu?

Menyambut Lebaran

Kegembiraan, ketenangan batin, perasaan qanaah (merasa cukup) adalah buah dari ibadah yang berkualitas. Di antara kegembiraan yang akan diperoleh adalah bertemu dan berkumpul keluarga dan sahabat karib di kampung halaman.

Puasa telah kita jalani. Saat ini memasuki babak akhir. Ibarat orang mengikuti sebuah permainan, ini adalah babak yang menentukan. Rasulullah SAW pada sepertiga akhir ini, menghabiskan banyak waktu dengan memperbanyak ibadah dan beriktikaf di masjid. Tetapi mungkin sebagian besar dari kita malah memikirkan bagaimana cara menyambut lebaran dengan mempersiapkan pakaian, perabotan rumah tangga, makanan, bahkan kendaraan yang sedikit berbeda dengan hari-hari biasanya.

Hari raya, khususnya lebaran menjadi momen spesial bagi seluruh umat Islam. Tak salah, dalam menyambutnya pun penuh suka cita. Agar momen tersebut berbeda dengan hari-hari lain, maka banyak persiapan yang dilakukan.

Ya Rabbi, Ya Ilahi

Syahdan, maestro-maestro sufi yang memahami kesusastraan dan tradisi mistisisme Arab-Islam klasik sangat bisa merasakan getaran dan aksentuasi makna filosofis yang berbeda dari kedua kata tersebut.
“Ya Rabbi…!”. Mereka ucapkan dengan bayangan diri mereka sedang lumpuh, lelah dan tak berkemampuan apa-apa.

Seakan diri mereka sirna dari cahaya kemahaan-Nya. Tak ada yang bernilai di depan altar persembahan-Nya. Manusia, jin, hewan-hewan, tetumbuhan dan seluruh alam semesta hanya bisa berkata “ya” dalam dekap kehendak-Nya. Lalu, mereka hanya mampu tertunduk dan bersimpuh menanti rahmat dibalik qadha’-qadar (ketentuan dan takdir) Sang Pencipta.

Memang, demikianlah kandungan makna terdalam dari kata rabb (bentuk pluralnya: arbab, para pemilik) yang berarti Tuhan sebagai pencipta dan penguasa segala yang ada. Tuhan sebagai subyek “tunggal” yang “bekerja” dan “berencana”. Selain diri-Nya, berarti tak lebih sekedar obyek tanpa daya. Dia adalah Pemilik segalanya. Dari-Nya, untuk-Nya, dengan-Nya dan kepada-Nya kita semua ini menjadi ada dan “bekerja”.