Menjemput Impian, Better World
Masih suasana tahun baru ini rasanya tak habis-habisnya untuk dibicarakan. Impian indah yang senantiasa didambakan selalu membayang dibenak kita, ingin seperti ini, atau seperti itu dan lain sebagainya. Hendak melakukan ini itu tentunya menjadi harapan dimasa yang baru yang sedang dihadapi. Pada intinya, ingin menjadi lebih dan lebih lagi dari yang sudah-sudah. Tentunya dengan adanya berbagai impian yang lebih baik lagi.
Jika mengingat sejenak di tahun yang lalu, sungguh banyak kejadian dan fenomena umat yang sangat memprihatinkan. Kemaksiatan, kemungkaran, dan bahkan kekufuran kerap mewarnai perjalanan sepanjang tahun. Pada akhirnya, bencana alam, musibah kemanusiaan dan kacaunya tatanan sosial di masyarakat pun terjadi. Bukan alam yang salah, apalagi menyalahkan Tuhan dengan menuduh ketidak-adilan. Sesungguhnya ini adalah mutlak dosa manusia, dosa-dosa yang selalu dibiarkan marak terjadi di tengah-tengah kita.
Mungkin disaat lalu, kita lupa akan Allah swt. yang sudah dari jauh-jauh waktu mengingatkan kita bahkan sebelum diturunkannya manusia ke bumi sekalipun. Firman-Nya, “telah nampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Q.S. Ar-Ruum41).
Kebanyakan dari kita semua memang keras kepala, tak hanya cukup peringatan lisan, karena itu Allah SWT menunjukkan akibatnya dengan mendatangkan bencana alam dan musibah kemanusiaan.
Meski sudah mengalami penderitaan akibat perbuatan sendiri, seringkali kita mengulanginya. Sejak manusia pertama, pada kesalahan pertama yakni Nabi Adam a.s. yang memakan buah terlarang, manusia sadar telah menzalimi diri sendiri, tapi nyatanya berulang di kemudian hari. Allah SWT melarang manusia untuk berbuat kerusakan, tapi manusia munafik menampiknya.
Setahun ke belakang kita melihat banyak fenomena yang membuat kita miris dan ketakutan. Awal tahun diwarnai dengan berbagai kecelakaan transportasi, lalu kita takut melakukan perjalanan. Tampaknya, tidak ada perjalanan yang aman di negeri ini. Kemudian muncul bencana banjir di berbagai daerah, semua orang panik dibuatnya. Tidak hanya penduduk miskin di kawasan kumuh, masyarakat kota yang berada di daerah ‘aman’ pun terkena akibatnya.
Sebagian dari kita ini mungkin sering tidak puas dengan karunia Allah SWT. Pada akhirnya, nikmat itu menjadi azab. Air yang melimpah sebagai sumber kehidupan tidak cukup membuat kita bersyukur, hingga bencana banjir datang. Kita sadar bahwa kita kurang bersyukur dengan berusaha mengelola air supaya berdaya guna. Lalu air menjadi malapetaka dan kehadirannya pun sangat tidak diharapkan. Namun kemudian realita berbalik, negeri ini mengalami kekurangan air di mana-mana, seakan semua orang bertanya, di manakah air bisa ditemukan?
Kekeringan menimbulkan kesengsaraan dan kesusakan. Ternyata, peringatan Allah ini bukan dimaknai sebuah bahan pelajaran untuk mengambil hikmah, malah saling menyalahkan. Akhirnya terjadi perselisihan di mana-mana. Itu baru kerusuhan dengan air, belum lagi dengan masalah api.
Walau gunung tak sampai meluluhlantahkan kita semua, tapi kita kewalahan dan ketakutan luar biasa. Lagi-lagi, di bagian lain negeri ini, sebagian dari kita tetap bebal dengan kemaksiatan dan kemungkaran. Bahkan lebih parah lagi, muncul orang-orang yang ingkar terhadap ajaran. Bukan hanya dirinya yang menjadi kufur dan murtad, tetapi orang lain diajaknya untuk mengikutinya. Kita sebagai manusia mungkin seringkali lupa dan memang pada dasarnya ‘bodoh’, Nyatanya banyak orang mengikuti pembawa kebodohan (jahiliah).
Sifat dasar manusia yang kerap berambisi bila tidak dibarengi dengan keta’atan pada Allah SWT. akhirnya akan menjerumuskan pada kenistaan di dunia dan akhirat. Ambisi memuaskan nafsu, ambisi kekuasaan dan ambisi keserakahan menenggelamkan banyak figur masyarakat (public figure) di negeri ini. Tokoh yang dulunya di elu-elukan pada akhirnya dicaci maki, idola yang dulunya dipuja, ujungnya dibenci. Inilah pelajaran berharga bagi kita semua.
Mudah-mudahan kita sudah “menjadi umat yang saleh tahun ini, karena sudah banyak kejadian yang seharusnya bisa menundukkan hati kita. Karena kesalehan tentunya bukan hanya kesalehan individu. Kita harus bisa mengajak keluarga dan menciptakan lingkungan masyarakat yang saleh pula. Allah swt. pun memerintahkan demikian, dalam firmannya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. ” (Q.S. At-Tahrim: 6).
Kesalehan setiap individu yang disatukan dalam sebuah tatanan sosial niscaya akan menciptakan suasana yang tidak jauh dari naungan Allah SWT.
Marilah kita memegang teguh semangat berlomba-lomba dalam kebaikan dan mencetak generasi yang lebih baik. Hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini. Begitulah prinsip hidup orang yang akan diberi kebahagiaan oleh Allah SWT di dunia dan di akhirat. Setiap perjalanan waktu yang dilalui harus menghasilkan tambahan nilai pahala untuk bekal akhirat.
Setiap saat menambah jumlah saldo kebaikan tanpa henti atau lalai sedetik pun. Meski manusia tak luput dari kesalahan, tapi berusaha menghindari kesalahan walau pada derajat terkecil sekalipun adalah juga kebaikan. Tugas kita sebagai umat Islam seharusnya menjadikan dunia lebih baik. Membela agama Allah SWT adalah jalan terbaik untuk menciptakan dunia yang lebih baik (better world).
Mudah-mudahan dari kita semua, tidak menjauhi Allah jika hati kita ingin tenang dan keluarga kita bahagia. Karena Allah-lah yang menciptakan ketenangan hati dan kebahagiaan hidup kita.
Dengan berkaca pada tahun lalu, dimana sering kita dengar berita tentang konflik sosial. Entah itu karena perbedaan pendapat antar suku, percekcokan antar tokoh yang melibatkan massa pendukungnya, atau bahkan yang paling sering adalah masalah perselisihan tanah berupa penggusuran atau klaim militer atau penguasa, semoga tidak terjadi lagi hal serupa, atau setidaknya dapat memperkecil kejadian-kejadian serupa. Karena setiap orang dari kita tentu tidak mengharapkan datangnya konflik ini, tapi secara tidak sadar kita lah yahg rnenciptakannya.
Pada dasarnya setiap sisi kehidupan kita, kapan pun dan di mana pun pasti menemukan masalah. Termasuk dalam berinteraksi dengan sesama (social interaction). Entah dalam kadar yang besar atau kecil, pasti ada saja. Masalah kecil bisa menimbulkan perselisihan besar, namun kadang sebaliknya, masalah besar tidak menguak konflik malah merekatkan persaudaraan.
Semoga saja kita dapat menjemput impiah indah kita, indahnya kehidupan ini yang tidak akan pernah kita rasakan jika bukan kita yang membangunnya. Dan semoga tahun ini merupakan hamparan kebahagiaan untuk menciptakan kehidupan dunia yang lebih baik. Amin!
Leave a Reply