Kematangan Diri Secara Emosional
Sedikit saja mengira-ngira mengenai kematangan diri secara emosional, mencoba mengaitkannya dengan kematangan secara sosial, mudah-mudahan bisa menunjang akan menjadikan pribadi kita yang tiada matinya 😀
Mendewasakan emosional sebelum memasuki dunia nyata sangatlah penting bagi kita semua terlebih-lebih yang hendak menjalin hubungan antar sesama, seperti halnya “Kematangan Diri Secara Sosial” secara emosional jg sangatlah penting.
Jika kita sudah bisa mandiri secara emosional yang berakan dari berbagai emosi , harus bisa melepaskan ketergantungan dan keterikatan secara emosional dengan orang tua dan kerabat dekat lainnya.
Maaf jika kurang tepat karena saya sendiri bukan pakarnya dan sama sekali belum mengalaminya, hal ini menyinggung masalah rumah tangga sebagai contohnya, dimana sebelumnya saya menangkap dua kejadian nyata dalam sebuah rumah tangga, pernah menjumpai (melihat dan mendengar) sebuah rumah tangga dimana antara suami dan istri belum terikat kuat secara emosional.
Sang istri lebih kuat ikatan emosionalnya kepada orang tua daripada kepada suaminya. Setiap datang permasalahan ia langsung lari kepada kedua orang tuanya, tanpa berusaha terlebih dahulu menyelesaikannya bersama dengan suami. Dia lebih mengutamakan taat kepada orang tuanya daripada suaminya, tentu hal ini tidak baik bukan? Karena ketaatan yang lebih utama bagi seorang wanita yang punya suami setelah taat kepada Tuhannya adalah taat kepada suaminya.
”Aisyah Ra. berkata: “Saya bertanya kepada Rasulullah Saw “Siapakah orang yang paling besar haknya terhadap seorang perempuan? Sabdanya : Suaminya!” Lalu saya bertanya: “Siapakah orang yang paling besar haknya atas diri seorang laki-laki?” Sabdanya: “Ibunya!” (HR. al-Bazaar dan disahkan oleh al-Hakim).
Dan begitu pula tidak jarang sang suami justru yang masih kolokan (manja dan kekanak-kanakan). Dirinya sering meminta tolong orang tuanya untuk meminta tanggung jawab istrinya selama mendampinginya. Suami yang memiliki karakter seperti ini tentu kurang dapat bertanggung jawab terhadap istri dan keluarganya, padahal ia adalah seorang kepala keluarga. Rumah tangga yang seperti ini tentulah kurang baik dan kurang bisa mandiri, karena masih memerlukan penggembalaan orang tua. Oleh karena itu, seorang suami dituntut untuk bisa dewasa secara emosional selaku seorang kepala keluarga, sehingga bisa bersikap baik terhadap keluarga yang dibinanya. Itulah yang dianjurkan Rasulullah Saw.
Demikianlah kurang lebihnya akan perlunya memiliki kematangan diri secara emosional, yaitu melepaskan diri dari ketergantungan kepada orang yang selama ini dominan terhadap dirinya, seperti orang tua dan lain-lain. Tujuannya adalah agar lebih mesra menjalin hubungan dengan orang yang menjadi pasangan hidupnya, sehingga bisa melaksanakan apa yang menjadi kewajiban dirinya.
Tulisan ini bukan semata-mata bermaksud menggurui, hanya sekedar untuk berusaha menambah sepenggal saja dalam suasna menumbuhkan semangat hidup, mudah-mudahan terkandung makna walaupun sedikit saja, amin 🙂 Wallahu A’lam Bishawab.
wah.. makasih kang artikelnya..
jadi merasa diingatkan, untuk bisa mandiri ketika masih sendiri..
Insya Allah bermanfaat.. 🙂
saur ahli mah cenah, individu yang mencapai kematangan emosi ditandai dengan adanya kesanggupan mengendalikan perasaan dan tidak dikendalikan oleh perasaan dalam menghadapi permasalahan apapun. Tidak mementingkan diri sendiri tapi mementingkan perasaan orang lain pula. kitu saurna teh, mangga nyanggakeun ke pribadinya masing-masing
#1. Amin, mudah-mudahan ada manfaatnya 😀
#2. Hatur nuhun pisan Bu, Insya Allah nyondong pakuat-kaitna 🙂
I recently came accross your blog and have been reading along. I thought I would leave my first comment. I dont know what to say except that I have enjoyed reading. Nice blog. I will keep visiting this blog very often.
Julissa
Yupz bener bgd ..
belum kawin… belum punya istri… hehe