Category Archives: Refleksi
Human Being Types
Setiap individu dari kita semua tentunya mempunyai jejak hidup yang senantiasa berbeda satu dengan yang lainnya. Secara kodrat hal ini memang telah digariskan oleh Tuhan penguasa alam semesta ini. Tatkala kita ada atau sudah tiada akan diingat oleh orang-orang yang mengenali disekitar kita.
Seiring berjalannya kehidupan, bertumbuhnya diri kita dan semakin bertambahnya ilmu yang kita miliki, kini setidaknya kita tahu diri kita yang sebenarnya, walaupun belum sepenuhnya atau seluruhnya kita mengetahuinya. Sudahkah kita mengetahui diri kita yang sesungguhnya?
Keajaiban Dunia
Jangan terlalu cepat ‘panas’ atau iri terhadap yang kaya dalam hal materi karena beban dan tanggung jawabnya juga berat serta hambatan untuk mengejar harta rohani pun lebih besar ketimbang dari yang hidup sederhana.
Dari seorang novelis Rusia, di zaman kejayaan komunis di sana, pernah menulis sebuah novel dengan judul Bukan hanya dari roti. Judul itu saja telah mengisyaratkan bahwa manusia hidup di dunia ini bukan melulu mengurusi hal-hal duniawi belaka. Bukan mengisi perut saja. Bukan mengumpulkan harta belaka. Bukan memikirkan roti atau nasi saja setiap harinya. Manusia juga membutuhkan makanan rohani. Sebab manusia bukan hanya terdiri dari tubuh dengan ususnya, tetapi juga sebuah kesadaran, sesuatu yang bersifaf rohani.
Haruskah Kita Mudik
Mudik, merupakan suatu kata yang sangat erat kaitannya dengan kampung halaman alias desa. Dimana desa merupakan asal mula dari peradaban Indonesia. Terbentuknya sebuah desa awalnya sebagai hunian sekelompok manusia yang mengerjakan sawah atau ladangnya setelah adanya pembukaan hutan, Yang konon kabarnya, 5000 tahun yang lampau kepulauan Indonesia pun masih berupa hutan rimba.
Ketika di daratan Asia, nenek moyang kita telah mengenal cara bersawah, maka setiba di Indonesia terpaksalah mereka membabat hutan untuk bertani. Penebangan hutan untuk lahan hunian dan persawahan tentu tak dapat dilakukan oleh perseorangan atau keluarga, tetapi harus secara berkelompok. Harus ada gotong royong. Maka, terbentuklah desa. Wilayah desa bukan hanya daerah persawahan dan tempat tinggal, tetapi juga hutan di sekitarnya, sungai, gunung atau bukit, danau, selama mereka dapat mengendalikan wilayah itu.
Cermin Khusus
Kecenderungan manusia adalah bersifat egosentris, menganggap diri sempurna dan cenderung mencari kesalahan orang lain. Namun untuk mengetahui bagaimana orang lain memandang diri kita, sulit dilakukan, padahal ini diperlukan untuk mengimbangi kecenderungan egosentris manusia. Bercermin diri adalah prasyarat untuk kita dapat mengoreksi diri, mengontrol setiap tindakan kita agar tidak merugikan pihak lain, sewaktu hidup atau setelah kita mati nanti.
Maurice Nicole pernah membuat ilustrasi sebagai berikut. Alkisah ada seorang pria meninggal. Di akhirat ia bertemu beberapa orang yang dikenalnya, ada yang dia suka, dan ada yang tidak. Namun ada seorang pria yang ia tidak kenali tetapi tidak disukai sama sekali. Semua yang dikatakan orang asing itu membuat ia muak, ekspresi mukanya menyebalkan, kebiasaan dan kemalasannya, semuanya membuat ia tidak tahan berada di dekatnya. Kemudian ia bertanya kepada orang-orang di sekitarnya siapa orang yang menjijikan tersebut. Mereka menjawab bahwa di akhirat ada sebuah cermin khusus. “Orang itu adalah kamu sendiri. Bayangkan kalau kamu harus hidup dengannya yang sebenarnya adalah diri kamu. Mungkin pengalaman inilah yang dirasakan orang lain ketika harus berhadapan dengan kamu. Kalau kamu tidak pernah bercermin diri, mengamati siapa diri kamu dari titik pandang orang lain, kamu akan merasa diri hebat”.
Kita dan Kesombongan
Kekayaan, ketampanan dan kepandaian
Memiliki potensi meningkatkan keimanan
Pada waktu bersamaan dapat pula memunculkan kekufuran
Kesabaran, kejujuran dan ketakwaan
Sudah seharusnya berlandaskan keikhlasan
Namun terkadang dapat pula menimbulkan kesombongan
Bukankah satu-satunya yang berhak menyombongkan diri dijagad raya ini hanyalah Allah semata?