Category Archives: Poetry

Diantara Dua Bayangan

Diantara Dua Bayangan Diantara Dua Bayangan!

Secangkir Kopi

Secangkir KopiDalam kelam malam yang membelenggu,
Kau bukan korban bulan yang membisu,
Karena saat mata masih enggan terpejam,
Setia dan senantiasa terus menggoda,
Meski berteman sepotong lagu samar menyaru,
Tak luluh dirayu waktu yang lambat laun kian menyejuk.

Dalam sejenak raga tak berdaya,
Kerap kali mengajak bercengkrama diteras,
Lantas menyeret waktu yang beku,
Menguak rahasia sederhana dari bibir kita,
Melayangkan kabar sendu tersiar,
Ditemani kerumunan kursi dan daun meja.

Terpurukku Disini

Terpurukku DisiniTak kuat menahan lelah
Terpejamkan mata tanpa terasa
Namun lipatan ingatan senantiasa mengerayangi
Yang sesekali bak cahaya
Melesat dari busur waktu
Dengan menyisakan sesak didada
Hingga tak mampu
Merapatkan kelopak mata dengan semestinya

Terperanjat dan terjaga
Lalu bergegas sebelum tumbang
Seakan tak ingin didahului sang waktu
Bersandar diteras depan
Memandang samarnya suasana
Ditemani ingatan kala memungut kenangan
Yang telah lama tertimbun suasana
Lagi dan lagi terbongkar

Sang Batas

Sang BatasRasa yang tak biasa
Ketika datang dan pergi, hati terlalu peduli
Kadang begitu saja berlari
Dan entah kapan ia kembali
Bagai menghadap ujung cabutan benang
Yang tanpa sengaja dari apa yang dikenakan
Terlintaskan rona penuh tanda tanya

Aku ingat pada sebuah malam
Entah kapan persisnya terjadi
Pertamakalinya hanyut dalam pelukan
Dibawah remang cahaya sang bulan

Aku kikuk
Tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan
Sang alam yang membimbingnya
Dan diri mulai terhanyut
Menjelajahi lekuk lisanmu
Yang bening dan nyaris menjadi penyejuk luka langkahku

Naratas, Bicara pada Pena

Sebuah jejak kecil menapaki alur sempit yang seringkali terasa menghimpit. Sebelum jiwa ini mengajariku, menuntun dan menunjuk kearah rasa penasaran dan keingin-tahuan yang seakan memaksa menelusuri petunjuk hidup yang berliku. Berkata tentang ketulusan cinta, harus bangga pada dirinya, begitu pula kepada orang yang mencintainya. Meski cinta ini laksana benang tipis yang terikat pada dua pasak, tetapi kini telah menjadi sebuah lingkaran keramat yang awalnya adalah akhir dan akhirnya adalah awal, senantiasa mengellilingi setiap makhluk hidup dan perlahan berkelana kemana saja ia berkehendak lantas memeluk siapa saja yang dapat direngkuhnya.

Satu dari sekian saja, ketika diri mengadu kepada tetangga hati, akibat sulit karena duri lalu merintih, saat itulah terberikan sebagian isi hati dan bicara pada pena. Sebelah jiwa besar darinya menuai pujian dan keibaan hati, tetapi sebelahnya teraih sebaliknya, sikap acuh dan semu yang seakan terpaksa terengkuh. Tapi itu bukanlah perihal yang harus dijegal karena cinta ini tak bisa ku jual.