Naratas, Bicara pada Pena

Sebuah jejak kecil menapaki alur sempit yang seringkali terasa menghimpit. Sebelum jiwa ini mengajariku, menuntun dan menunjuk kearah rasa penasaran dan keingin-tahuan yang seakan memaksa menelusuri petunjuk hidup yang berliku. Berkata tentang ketulusan cinta, harus bangga pada dirinya, begitu pula kepada orang yang mencintainya. Meski cinta ini laksana benang tipis yang terikat pada dua pasak, tetapi kini telah menjadi sebuah lingkaran keramat yang awalnya adalah akhir dan akhirnya adalah awal, senantiasa mengellilingi setiap makhluk hidup dan perlahan berkelana kemana saja ia berkehendak lantas memeluk siapa saja yang dapat direngkuhnya.

Satu dari sekian saja, ketika diri mengadu kepada tetangga hati, akibat sulit karena duri lalu merintih, saat itulah terberikan sebagian isi hati dan bicara pada pena. Sebelah jiwa besar darinya menuai pujian dan keibaan hati, tetapi sebelahnya teraih sebaliknya, sikap acuh dan semu yang seakan terpaksa terengkuh. Tapi itu bukanlah perihal yang harus dijegal karena cinta ini tak bisa ku jual.

Ketahuilah sang berjiwa besar, janganlah semata-mata kau lihat diri ini dari menjumlah materi dibalik jati diri, karena itu hanyalah sebatas posisi duniawi, dan diri ini pun tak ada arti. Jangan pula berpenglihatan tajam seperti melihat dibalik sela-sela jaring ayakan, aku sangat kepedihan sehingga senantiasa orang-orang memuji aib-aibku yang jelas terbentang lalu menikamnya kebaikan-kebaikan yang membisu itu. Meski begitu, tenang dan senanglah diri ini masih bisa makan nasi meskipun hanya sehari sekali. Jadi tak usah menghindari karena malu untuk berinteraksi. Harapku, tidaklah miskin dan terdakwa, miskin sebagai cadar yang menutupi muka orang-orang sombong dan terdakwa adalah sikap pasrah yang menutupi wajah kesalahan.

Memang lipatan hati tidaklah akan ada yang dapat mengetahuinya, juga mata manusia bak lensa pembesar sehingga dunia tampak menjadi jauh lebih besar dan lebih jelas dari yang sebenarnya, tetapi aku ingin bebas. Bebas dari kaum yang menganggap keganasan sebagai keberanian, menganggap kelembutan sebagai kelemahan, menganggap kegaguan sebagai pengetahuan atau diam sebagai kebodohan, atau pula kepura-puraan sebagai ilmu. Karena itu aku tidak pernah makan dengan kakiku dan berjalan diatas kedua telapak tanganku.

Andai keraguan itu, sebagian mendorongku untuk jadi orang yang dapat dipercaya agar mereka dapat menikmati kelezatan sikap lapang dadaku walau tanpa disadari. Aku tidak akan marah kecuali kemarahan itu adalah sebuah perisai yang mampu membela diriku, akan tetapi aku enggan menjadi orang yang lemah, maka aku pasti tidak akan menjadikan kelemahan ini sebagai senjata. Ketauilah, aku ingin terus melaju, merangkaikan untaian kata-kata yang pernah ku duga. Semoga masih terjaga, mengingat bumi bernafas lahirlah kita, kemudian bumi berhenti berputar dan matilah kita.

10 Responses to Naratas, Bicara pada Pena

  1. Negeri Hijau says:

    pertamax

    blog yang menyentuh jiwa, kami tunggu posting selanjutnya.

  2. katakataku says:

    keduaxx… seharusnya seeh pertamaxx.. cuma karena kompi + koneksi gak mendukung ya keduluan deh..?? (doh)

    pees: komentar yg nyambung menyusul nanti deh…………

  3. kips says:

    Haha.. ada pertamax dan keduaxx nya ya, jadi malu *nutup muka* habisnya yg ngasih komeng diblog butut ini masih dalam hitungan jari hiks…
    Btw, terima kasih semuanya *hatur nuhun* 😀

  4. ichanx says:

    wow… puitis!!! *terpana*

  5. Andhika says:

    sayah spechless bacanya kang….

  6. Siais says:

    nice post kang very menyentuh dah pokoke….

  7. muji says:

    mas,blognya dibukukan aja. kata-katanya bagus banget.

  8. arikaka says:

    sastrawan si akang teh ya…?
    🙂

  9. kips says:

    Haha… Ichanx, Andhika, Siais & Arikaka bisa saja kalian *tambah tutup muka jadi tutup kepala* Ops… tutup kepala itu peci kayaknya 😀
    Muji, Insya Allah kalau kondisinya dah mendukung *mayoritas pengunjung blog ini baru melihat atau mungkin membaca masih minim yg bicara* :mrgreen:

  10. masoglek says:

    terlalu keren untuk tidak diberi acungan 4 jempol (5 kalau bisa 😀 )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *