Cerminan Gejolak Hati
Mencerca dan Mencela tidak jauh berbeda dengan unjuk rasa, mungkin merupakan bagian dari unjuk rasa juga, namun mencela atau mencerca biasanya ditunjukan atas rasa yang tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi pada orang atau golongan lain. Hal ini merupakan kebalikan dari unjuk rasa akibat dari adanya kondisi yang terjadi pada diri sendiri.
Pada dasarnya unjuk rasa karena berdasarkan pada kondisi yang dialami diri sendiri atau golongan pun patut dipertimbakan sebelumnya untuk melakukannya, apalagi mencela atau mencerca. Mencerca dan mencela merupakan perbuatan yang tidak layak dilakukan karena jelas perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tidak terpuji, tapi mengapa orang masih suka ya?
Kebiasaan buruk tersebut agaknya meningkat belakangan ini baik di dalam pertemuan umum maupun melalui media massa, dan jadi semacam pekerjaan rutin insan yang tipis iman. Simaklah omongan sebagian orang bila lepas kesibukan, selalu mengumpat dan mencerca orang lain. Bak kata pepatah “kuman di sebrang lautan kelihatan, tapi gajah di pelupuk mata sendiri tak ketahuan”.
Allah berfirman dalam kitab suci-Nya yang melukiskan dalam bentuk metafor: orang yang suka mencerca itu ibarat memakan daging muslim saudaranya sendiri. Dalam suatu riwayat, Nabi bersabda, bahwa seorang muslim yang ideal ialah yang sesama muslim selamat dari lidah dan tangannya (almuslimu man salim al muslimuna al akhoruna min lisanihi wa jadihi), HSR al-Nawawiy.
Akhir-akhir ini di media massa orang mencerca orang lain, bahkan sudah menjurus pada melanggar privasi seseorang sudah menjadi kebiasaan. Di tempat-tempat umum seperti di sekolah, kampus, kantor dan lapangan, orang cerca-mencerca, malahan terhadap sesamanya yang sudah mendahului kita ke alam baka. Karena mudahnya lidah mengucap, hingga cerca dan gosip seperti sesuatu yang lumrah disampaikan. Bahkan sebagian menganggap hal itu sebagai tanda keakraban. Atau ada yang bilang hal itu menunjukkan sikap yang kritis. Tentu saja itu semua keliru.
Di zaman Nabi, pemah ada sekelompok orang yang digerakkan kaum munafik sempat mencerca sahabat Rasul. Baginda pun lantas bersabda: “Jangan Anda cerca para sahabatku! (La Tasubbu Ashabiy ). Seandainya Anda belanjakan harta sebesar gunung Uhud, niscaya amal Anda tak akan dapat mengalahkan para sahabatku!”. Kemudian dalam kesempatan lain beliau berpesan, “Jika ada yang mencerca sahabatku katakanlah: laknat Allah atas kejahatanmu”.
Pangkal gosip dan cerca adalah lidah. Diriwayatkan bahwa Lukman al-Hakim, seorang arif yang termasyhur itu pernah disuruh majikannya membeli daging yang baik untuk menjamu tetamu yang bertandang. Lukman membeli hati dan lidah. Sang majikan marah dan menanyakan, mengapa Lukman membeli hati dan lidah? “Tidakkah ini daging yang baik seperti tuan pesan. Sebab hati merupakan sumber amal perbuatan yang baik, sedang lidah dapat menjalin persaudaraan. Dari keduanya orang dapat membangun kebajikan”.
Pada lain waktu sang majikan memerintah Lukman membeli daging yang busuk, untuk diketahui, kiranya jenis daging apa yang akan dibeli Lukman. Dan apa yang dibawa Lukman? Lukman pulang dari pasar membawa hati dan lidah lagi. Tersentaklah sang majikan itu dan bertanya, kenapa gerangan Lukman membeli daging yang sama? padahal disuruh membeli daging yang paling busuk. “Benar tuanku, ini daging terbusuk. Hati adalah daging yang paling baik dan sekaligus juga paling busuk. Ia sumber kedengkian dan rasa congkak. Sedang lidah merupakan ‘alat’ untuk melaknat, mencerca, dan mencaci orang lain”.
Oleh karena itu jagalah lidah kita dari perbuatan mencerca dan mencela yang dapat merusak segala amal kebajikan seperti api melahap kayu bakar. Bersihkanlah hati dari rasa dendam dan dengki, sebab lidah merupakan cerminan gejolak hati. Bila hati bersih, lidah niscaya tidak akan bertutur kecuali yang baik. Sebaliknya bila hati tercemar, maka lidah akan mudah berkata-kata yang buruk.
“Celaka berat, bagi para pencerca dan pengumpat!” (S: 104: 1).
leres pisan kang