A Dream Is Vision
“A Dream Is Vision. Dream enable us to stretch our imagination, But to transform it into a vision is totally a different matter. For this, our need more than just an imagination. Let’s discover the new possibilities that our never experienced before.”
Apakah berbagai cara layak dilakukan demi sebuah keinginan?
Beberapa waktu yang lalu saya kedatangan seorang karyawan di perusahaan yang dimiliki oleh teman akrab saya. Terus-terang, saya sangat menyukai karyawan itu baik karena kinerjanya mau pun karena karakternya yang saya rasa cocok dengan saya. Hal ini pun pernah saya katakan di depan dia dan di depan sahabat saya yang jadi bosnya. Saya katakan waktu itu, saya ingin sekali mempunyai karyawan seperti dia.
A Dream Is Vision!
Kedatangan tersebut datang kepada saya menawarkan diri bekerja di perusahaan saya. Saya terkejut dan saya bertanya mengapa dia sekarang mau pindah. Lalu dia menceritakan permasalahannya dengan sahabat saya.
Jelas saja bingung, disatu sisi saya ingin menerima karyawan tersebut, tetapi di sisi lain, saya masih khawatir akan menyakiti hati sahabat akrab saya. Bagaimana kira-kira keputusan yang saya harus ambil?
Masalahnya yang dihadapi ini cukup pelik, di mana harus memutuskan apakah dapat menerima karyawan dari perusahaan sahabat, atau tidak. Walau disatu sisi berminat dan kebetulan lagi membutuhkan karyawan baru, minat untuk merekrutnya dengan pertimbangan yang bersangkutan adalah personel yang baik. Namun disisi lain, takut kalau hal seperti itu akan menyakiti hati sahabat yang mempekerjakan sebelumnya.
Jalan keluarnya mungkin yang perlu dilakukan adalah mengorek keterangan lebih jauh dari karyawan tersebut, tentang apa sebabnya dia ingin pindah kerja. Garis bawahi bahwa jawaban dia harus benar-benar jujur, lengkap dan obyektif. Dari jawaban itulah setidaknya bisa disimpulkan, apa sebenarnya yang telah terjadi, sehingga dapat mengetahui atau merasakan seberapa jujur orang ini adanya.
Bagaimanapun kejujuran adalah di atas segala-galanya. Meneliti dengan seksama penyebab timbulnya keinginan karyawan itu untuk hengkang. Apakah ada unsur-unsur kesalahan fatal yang bersifat kriminal seperti pencurian, penggelapan atau perusakan aset perusahaan secara sengaja, sehingga ia dihukum atau bahkan dipecat oleh majikannya.
Andai penyebabnya adalah semata-mata “hanya” karena alasan ekonorni, seperti gaji yang terlalu kecil misalnya, mungkin bisa jajaki lebih jauh. Demikian juga alasan-alasan lain semacam yang bersangkutan ingin mencari suasana kerja baru, tantangan baru atau pun jadwal kerja baru, semua bisa disiasati.
Dalam hal ini perlu menghubungi sahabat yang notabene adalah majikan lama sang karyawan. Dan juga perlu mengajak bicara secara sepintas lalu teman, seakan-akan tidak ada rencana untuk “mengambil alih” karyawannya, sekedar hanya menanyakan bagaimana kabarnya, bagaimana kinerjanya sejauh ini serta pertanyaan-pertanyaan lain yang sifatnya santai.
Dari “diplomasi” itu tahu sedikit banyak, mengapa sang karyawan mendadak tidak betah lagi bekerja di perusahaan milik ternan tersebut.
Sebab apa? Sebab, dalam kasus merekrut karyawan yang status sebelumnya merupakan karyawan dari kolega yang dikenal baik, lebih-lebih dia adalah sahabat, maka tidak ada pilihan lain selain berterus terang kepada kolega tersebut.
Di dunia bisnis, hal seperti ini sudah baku menjadi semacam kode etik yang harus dihormati. Saya dan ternan saya itu bisa berbagi informasi, dan berdiskusi lebih jauh tentang bagaimana sikap yang harus diambil terhadap sang karyawan. Bila ternan ini bijaksana, mengetahui bahwa karyawannya sudah tidak kerasan bekerja di perusahaan dia, sementara dia pun tidak mungkin memenuhi apa yang diharapkan sang karyawan, kemungkinan besar dia akan rela melepaskannya.
Sebaliknya, bila melihat bahwa sahabat ini masih berharap banyak terhadap sang Karyawan, dan dia pun berusaha sekuat-kuatnya untuk memenuhi pengharapan karyawan tersebut, tentunya mengalah untuk tidak “ngotot” melakukan rekrutmen. Mungkin, masih banyak personel lain yang lebih sesuai dengan yang dibutuhkan.
Hal diatas terus terang pernah terjadi berkali-kali, begitu pun sebaliknya. Apakah hal-hal diatas telah tepat? Atau harus bagaimanakah supaya hubungan diantara keduanya tetap berjalan baik? Nah, jika sekiranya ada yang mau meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, tentunya sangat berharga sekali.
Leave a Reply