Merubah Potensi Menjadi Prestasi
Potensi merupakan sebuah nikmat. Dengan potensi yang kita miliki, berarti kita sudah diberikan alat untuk mencapai prestasi yang kita inginkan. Persoalannya, sebuah potensi tidak langsung berubah menjadi nikmat (hasil) dengan sendirinya. Oleh karena itu, diperlukannya aktualisasi untuk merubah sebuah potensi menjadi sebuah prestasi.
Aktualisasi itulah yang disebut syukur. Syukur adalah menggunakan sumber daya (potensi) yang sudah kita miliki atau yang sudah ada untuk mencapai prestasi dengan cara-cara yang tidak melanggar. Kalau melihat definisi kecerdasan milik Howard Gardner, syukur termasuk tanda-tanda kecerdasan. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memproduksi solusi yang tidak melanggar nilai-nilai kebenaran.
Maka terdapat sejumlah penjelasan mengenai beberapa potensi yang perlu dijadikan alat untuk meraih prestasi, hal-hal tersebut diantaranya:
Pertama, mengeksporasi bakat. Bakat adalah kelebihan-kelebihan alamiah yang kita miliki sejak lahir. Semua orang diberi kelebihan tertentu oleh Tuhan. Kemudian apakah bakat itu menjadi kelebihan atau tidak, itu urusan aktualisasi atau syukur.
Kedua, menemukan kecerdasan dominan yang kita miliki. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, sudah semakin banyak istilah ilmiah yang bisa kita jadikan rujukan untuk mengungkap potensi yang kita miliki. Salah satunya adalah temuan para ahli dibidang kecerdasan. Tapi itupun perlu dicatat bahwa kecerdasan yang kita miliki tidak otomatis membuat kita menjadi orang yang cerdas. Cerdas dan tidak kita tergantung pada tingkat kesyukuran dan tigkat kekufuran.
Ketiga, meningkatkan keahlian. Keahlian adalah kemampuan kita dalam menangani suatu urusan. Keahlian ini ada tingkatannya. Tingkatan keahlian yang dimiliki akan menentukan hasil yang kita dapatkan. Artinya, jika kita berkeinginan meningkatkan hasil, maka yang perlu kita tingkatkan adalah keahlian. Bagaimana caranya? Untuk menjadi orang yang ahli tidak ditemukan di toko yang menjualnya. Keahlian hanya bisa didapatkan dengan pengasahan. Di sinilah syukur dan kufur memegang peranan penentu.
Keempat, melatih kemampuan dalam mengubah tekanan menjadi tantangan. Ini terkait dengan ketiga potensi di atas, karena sudah barang tentu untuk mengembangkan bakat, kecerdasan dan keahlian tidak cukup dengan menjalankan sesuatu yang sesuai dengan keinginan kita. Dalam prakteknya pasti ada masalah, hambatan, atau kesulitan yang tidak kita inginkan. Supaya langkah kita lancar, tidak berarti kita harus lari dari masalah atau pasrah pada hambatan. Kalau begitu, mungkin malah akan membuat kita kufur. Langkah kita akan lancar apabila kita selalu melatih kemampuan dalam melihat tekanan itu sebagai tantangan. Untuk bisa melatih kemampuan, dibutuhkan jiwa-jiwa yang syukur.
Kelima, mendinamisasikan batin. Batin yang statis akan mirip seperti air yang tidak mengalir. Biasanya air yang tidak mengalir lama kelamaan akan menimbulkan bau yang tidak sedap, mudah dihuni binatang yang menimbulkan penyakit dan berubah sifatnya. Begitu juga dengan batin kita. Batin yang tidak dinamis akan mudah terjangkiti virus kufur. Jika ini dibiarkan, maka nikmat Tuhan yang banyak itu tak sanggup memberikan alasan buat kita untuk bersyukur. Hati kita akan tetap bergejolak atau malah mati.
rubah apa yang bisa kita rubah tapi ada sesuatu yang tak kita bisa kita rubah maka biarkanlah
wah keren banget pernyataan dari artikel diatas, bagus baget.
thanks yach,,,