Kritis ditengah Krisis
Berupaya tetap tampil cerah lahir-batin menandakan bahwa diri tidak mengalami krisis identitas. Hal tersebut menjadi bagian yang sangatlah penting karena krisis identitas jauh lebih berbahaya daripada krisis-krisis lainnya. Dari penampilan memang bisa saja menipu. Secara lahir tampak dari luar terlihat cerah dan bergairah, tetapi mungkin saja dalamnya (batinnya) sedang “pabaliut” alias kusut. Memang bukan hal yang dianjurkan untuk berlaku demikian, walaupun sekali-kali boleh saja digunakan sebagai siasat untuk keperluan tertentu. Karena kalau terus-menerus berpura-pura akan mengalami yang namanya pribadi ganda (split of personality). Yang utama hanyalah bagaimana agar tetap menumbuhkan semangat ditengah situasi kehidupan yang makin berat alias kondisi krisis. Tak ada cara lain kecuali pandanglah krisis dengan kaca-mata positif “think and act positively!“.
Peka dikala krisis! Krisis ibarat berkelit dalam badai, tetapi krisis juga bisa membuat kita memiliki peluang untuk mengasah kepekaan. Situasi sulit menuntut diri semakin cerdik, semakin jeli melihat peluang-peluang sekecil apa pun. Disitulah kepekaan diasah. Disisi lain, krisis itu memberi banyak waktu untuk merenung dan melakukan introspeksi. Saat yang tepat untuk memasang keker guna melihat peluang-peluang mana saja yang bisa dijelajahi. Selebihnya, krisis memberi kesempatan untuk dapat melihat kembali tujuan-tujuan semula (reorientasi) dan menata diri agar menjadi semakin kuat (revitalisasi). Dengan demikian, tidak perlu hanyut dalam hukum “to kill or to be killed“. Senantiasa berupaya untuk bisa survive dalam situasi sesulit apa pun dengan berpegang teguh pada etiket moral.
Situasi sulit bisa menimpa siapa saja! Dalam dunia kerja, krisis juga bisa berengaruh karena bisa jadi merupakan ujian bagi leadership dan followership. Bagi seorang atasan, menjadi ujian pada kepemimpinannya. Dituntut berpikir dan berupaya untuk bisa memberi semangat dan motivasi kepada anak buah supaya kinerjanya tetap maksimal dan tidak drop sekalipun menghadapi situasi yang berat. Bagi seorang bawahan, menjadi ujian kepesertaannya (followership) karena diperlukan pemahaman dan mau mengerti kondisi atasan. Sementara dalam pertemanan atau persahabatan, krisis juga menguji kesetia-kawanan agar tidak menjadi individualis. Kalau sudah terjebak sifat individualis terasa sangat sulit untuk menghilangkannya (bingung)
Begitu pun dalam dunia pendidikan krisis masih terlihat jelas. Meski disisi lain telah berkembangnya ilmu pengetahuan yang patut diacungi jempol, namun masih ada saja kondisi yang memprihatinkan dengan masih banyaknya kondisi sarana pendidikan yang masih dibawah standar. Hal tersebut menjadi bukti adanya krisis ekonomi yang memungkinkan menjadi penyebab adanya krisis moral. Jika benar adanya, berita penyalah-gunaan tugas atau wewenang pihak terkait dengan membocorkan jawaban ujian yang ditukar dengan rupiah bisa menjadi gambaran adanya krisis moral yang mungkin disebabkan dari adanya krisis ekonomi. Satu contoh nyata pula terdengar berita disalah-satu daerah yang hanya memiliki 2 orang pendidik dan satu orang kepala sekolah, selebihnya satu diantara dua orang pengajar tersebut dimutasi hingga tersisa satu orang pengajar saja. Dan, alhasil siswa yang ada dituntut mengajar adik kelasnya alias menjadi guru. Sungguh menyedihkan! (doh)
Sampai sejauh ini diakui secara pribadi tak berdaya dan tidak bisa berbuat banyak, tapi dengan sangat yakin bahwa musim tidak selamanya kemarau, suatu hari akan tiba saatnya musim hujan. Oleh karena itu senantiasa sadar dalam kesabaran dan begitu pun sebaliknya, sambil berdo’a biar krisis semakin menipis juga mendo’akan berfungsinya mata hati para penguasa “jika kebetulan masih ada atau bahkan memang belum sepenuhnya berfungsi dengan semestinya”. Sudah menjadi suatu keharusan menyiapkan diri guna menyambut sesuatu yang akan datang. Senantiasa bersyukur bahwasannya ditengah krisis tetap terbuka kesempatan untuk berbagi seperti halnya siswa yang mengajar adik kelasnya diatas, “do the right things!.“ Wallahu A’lam Bishawab.
pertamax !!
Seperti yang dibilang nenek saya dulu, hidup itu seperti perputaran roda. Terkadang bisa di bawah terkadang pasti di atas.
mantep gan artikel nya, salam kenal
semoga krisis tersebut segera teratasi..
bagi individu yang selalu hidup dalam kesenangan biasanya tidk ad tolerir terhadap yang hidup berada di bawah nya , maka sesekali hendaknya kita melihat ke bawah demi mengimbangi pribadi kita jangan sampai terjadi kesombongan ,, dan juga krisis ekonomi aadalah hal biasa bagi seluruh umat manusia apalagi mmg indonesia kebanyakan yang susah daripada yang kaya ,, akan tetapi hal ini jangan membuat kita lemah dan tidak yakin akan langkah kita ,, tetap semangat dan tersenyum di tambah bersyukur akan nikmat yang di berikan tuhan kepada niscaya seberapapun nikmat yang di berikan akan terasa bagaikan di surga hehehe .. jangan lemah friend dalam menjalani hidup yang penting jangan sampai krisis hati yang akan membuat kita patah semangat ..dan akhirnya putus asa ohhh no noo , TETAP SEMANGAT YES YES