Gambaran Nyata
Pagi ini saya menuangkan sedikit kekhawatiran mengenai peradaban (etika) yang berkembang di kota besar selama ini. Teringat sorang teman yang mengalami perlakuan yang tidak sepatutnya terjadi.
Ceritanya dia berkunjung ketempat temannya dengan tujuan memberikan sesuatu (barang). Berhubung yang dituju tidak ada dan dia pun terburu-buru dengan keperluan yang lain, maka berinisiatif menitipkan barang tersebut kepada tetangga temannya yang dituju itu. Namun apa sambutan yang didapat? Hanyalah sebuah makian semata. Hal tersebut benar-benar menjadi gambaran nyata.
Alasan tetangga temannya itu katanya hal tersebut sangat mengganggu ketenangan dia karena hal tersebut merupakan keduakalinya dimintai tolong untuk titipan barang, alasan kedua dia bilang ” saya tidak kenal anda”, alasan ketiganya “takut barang tersebut merupakan barang yang dapat menimbulkan masalah”, alasan keempat menyatakan bahwa dia (tetangga temannya) bukan siapa2nya temannya yang dituju itu, dan yang terakhir harus dibilangin kepada temannya yang dituju itu bahwa hal tersebut merupakan yang terakhir (jangan ada lagi yang menitipkan barang ke dia).
Evaluasi saya untuk alasan pertama mengenai mengganggu ketenangan sangatlah benar, begitupun alasan kedua karena pada dasarnya memang keduanya belum saling mengenal. Namun mengenai barang yang dititipkan saya rasa kurang tepat, kenapa tidak ditanya dulu mengenai barang apa yang akan dititipkan, walaupun dalam hal ini masih mengandung kebenaran untuk sebuah kecurigaan. Yang dimaksud kurang tepat dalam hal tersebut karena fisiknya memang nyata dan jelas bukan barang yang berbahaya (saya rasa tidak begitu penting disebutkan jenisnya karena barangnya pun tak terbungkus yang sudah jelas banget, gambaran nyata).
Untuk alasan keempat bisa dipahami, dan memang pada dasarnya temannya itu bukan siapa-siapanya tetangganya, karena temannya itu hanya pengontrak rumah sebelahnya.
Nah, untuk pernyataan terakhirnya itu merupakan suatu pernyataan yang janggal. coba saja bayangkan, apakah setiap orang yang mau menitipkan barang kepada seseorang untuk tetangganya sudah barang tentu disuruh sama yang dituju? Saya rasa belum tentu. Bisa saja kan yang dituju tidak tahu kejadiaanya (akan ada yang memberikan barang tetapi karena tidak ketemu akhirnya dititipkan kepada tetangganya). Konon kejadian yang menimpa teman saya pun begitu, temannya yang dituju tidak mengetahui sebelumnya.
Gambaran Nyata!
Dari cerita diatas, saya dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya tetangga temannya itu tidak mau repot untuk memberikan bantuan kepada yang lain. Menjadi gambaran nyata. Pada initya interaksi seprti itu bukan merupakan interaksi yang baik, karena mengesampingkan etika dan cara berkomunikasi yang baik. Seandainya saja etika diterapkan, misalnya saja tidak mau direpotkan, apa salahnya mencari alasan untuk tidak memerikan bantuan, sebagai contoh sederhana saja “maaf, saya ga bisa bantu, karena ada keperluan mau keluar”. Kalimat tersebut sangatlah enak, apalagi memuat kata “maaf” menjadikan tambah bijak maksud kalimatnya. Itulah salah satu gambaran nyata problematika sosial yang ada di kota besar. Tapi saya yakin, ini hanya salah-satu saja dari sekian banyak penghuni kota besar, yang lain belum tentu sama. Wallahu a’lam bishawab.
syukurlah di komplek tempat saya tinggal masih ada toleransi kekeluargaan nya, sehingga kalau ada tukang post yang datang menitipkan barang masih diterima dan akan diberikan ke orang yang dituju ketika pulang. duh jangan sampailah terjadi pada komplek saya disini hal seperti itu.
Syukur Alhamdulillah atuh, dikomplek yang sempat sy tinggal juga begitu.