Be Yourself
Terdapat sebuah alkisah sederhana, ceritanya ada sebuah perusahaan kecil sedang merekrut SDM baru guna menunjang lancarnya serta kemajuan usaha yang sedang dijalankan. Lalu, sebut saja A mengajukan diri karena tertarik dengan pekerjaan tersebut. Dengan kemampuan yang mumpuni serta semangatnya, ia menyanggupi semua syarat dan aturan yang dijelaskan HRD perusahaan itu. Bahkan saking semangatnya dengan lantang A menyatakan bisa melakukan lebih dari apa yang diharapkan perusahaan. Dengan mengevaluasi pengalaman kerja dan semangatnya A, pihak perusahaan menganggap sebagai pertanda baik, maka A diterima sebagai pegawai baru.
Singkat cerita, sebulan sudah A bekerja diperusahaan tersebut. Dan apa yang dikerjakan A, dengan semangatnya yang tinggi hasilnya cukup memuaskan meski baru bisa dikatakan mampu memenuhi 75% dari yang ditargetkan perusahaan. Dari kondisi dan waktu yang cukup singkat tersebut perusahaan tidak mempermasalahkannya, dan dengan bijaknya dianggap A masih perlu adaptasi. Disisi lain, pihak perusahaan menilai bahwa kekurangan yang ada pada A bukan terletak dari kemampuan dirinya dalam bekerja melainkan prilaku yang kerap meremehkan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Selebihnya, dikemudian hari A mendapat bimbingan dan pengarahan dalam bekerja.
Tiga bulan berlalu sudah, A dengan prilaku yang tentu saja mempengaruhi terhadap kinerjanya masih menunjujukkan tidak ada perubahan yang significant. Oleh karena itu, pihak perusahaan memanggilnya untuk membahas kondisi tersebut. Lalu apa hasilnya? Ternyata yang menjadi kendala pada prilaku A dalam bekerja adalah keegoisan prinsip dan tidak perduli orang lain atau lingkungan. Mau orang lain susah, perusahaan bangkrut, kalau menurut istilah bahasa sundanya itu “sabodo teuing” yang terpenting sudah memenuhi kewajian pokok yang sudah dianggapnya cukup. Hal tersebut disimpulkan dari pernyataan A bahwasannya; perusahaan mau memberi pengarahan X atau Y juga tidak akan ada gunanya karena pada tempat bekerja sebelumnya dia terbiasa dengan kebiasaan Z. Dan dengan pernyataan singkatnya A berkata “saya adalah saya”. Akhir cerita, pihak perusahaan bilang kepada A; elo, gw, end alias dipecat (LOL)
Be Yourself!
Dari cerita dan kasus sederhana diatas terdapat gambaran bahwasannya, be yourself itu tidak cukup hanya menjadi diri sendiri, karena menjadi diri sendiri bisa positif dan juga bisa negatif. Seperti halnya A yang berprinsip “saya adalah saya, mau diterima ya begini, nggak mau ya sudah”. Akhirnya sisi negatiflah yang menonjol karena sudah tentu tidak akan mendukung terhadap kemajuan perusahaan jika hanya menganggap cukup kewajiban pokoknya saja yang ia sendiri tanpa menyadari bahwa kewajiban utamanya pun belum terpenuhi 100%. Bahkan A tidak sadar pula bahwasannya disetiap perusahaan manapun loyalitas dalam bekerja sangat diperlukan. Disisi lain menjadi diri sendiri (be yourself) memang penting karena tentu saja dari setiap individu tidak ingin pribadinya terpecah-pecah. Semua orang mengharapkan memiliki pribadi yang utuh yakni pribadi yang telah dikembangkan. Artinya, karakter bawaan yang positif ditonjolkan sementara yang negatif dapat terkontrol. Lalu, bagaimana seseorang dapat menjadi diri sendiri (be yourself)?
Mengenali diri! Seseorang harus mengenal dirinya dengan jujur. Sisi negatif kepribadian kita memang tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat dikendalikan. Jika kita terus mengembangkan sisi positif, sisi negatif itu lama-lama akan terkikis. Namun jika kita stag, sisi negatif itu akan muncul kembali. Karena pada dasarnya itu sudah ada dan terekam dalam diri seseorang. Sebaliknya, sikap positif jika tidak dikembangkan akan mengempis.
Mengontrol karakter! Karakter tidak bisa dirubah tetapi dapat dikontrol. Seseorang yang pembawaannya introvert tidak bisa berubah menjadi ekstrovert. Namun, sikap diam itu dapat dikelola menjadi diam yang tetap aktif. Artinya, jika memang perlu bicara, ya harus berbicara. Karakter positif bisa dimasukkan pada saat yang tepat dan tidak perlu dipaksakan. Sebenarnya kita dapat memilih saat yang paling tepat untuk mengambil sikap, membuka diri secara bertahap, memilih lebih selektif siapa yang dapat kita ajak bicara. Tidak perlu memberi masukkan pada orang yang tidak membutuhkan dan tidak perlu selalu membenahi orang lain bila tidak diminta. Kalau pun ada orang memberi masukkan tidak harus diserap 100 persen, akan lebih baik jika pertimbangkan dan disesuaikan dengan sifat yang dimiliki.
Memberi argumen yang jelas! Jika kita bertamu lalu disuguhi sesuatu yang tidak disukai, bagaimana menolak dengan halus. Sebelum mengahdiri suatu acara, ada baiknya memiliki wawasan tentang siapa dan acara apa yang akan kita datangi. Secara etika kita juga harus memberi argumen yang memperjelas alasan menolak suguhan tersebut.
Dari kasus diatas, seharusnya A dapat menempatkan diri, sadar bahwasannya pemimpin berhak mengatur bahkan mneyuruh pegawai. Kalau sudah terjebak berada dilingkungan tersebut sudah menjadi kewajiban untuk mengikuti aturan yang berlaku, termasuk memenuhi kewajiban sebagai pegawai dalam beretika. Jika A sadar dengan kebiasaan lamanya, seharusnya diungkapkan diawal termasuk mengenai kemampuan dan kesanggupan yang sesuai dengan dirinya. Saat bekerja bukan lagi ajang untuk tawar-menawar melainkan waktunya mengambil sikap, berhenti atau melanjutkan bekerja. Bagaimanapun tidak akan ada perusahaan yang mengikuti aturan masing-masing pekerjanya, kecuali yang mungkin dalam beberapa hal saja misalnya ketika diminta pendapat, dan itu pun pastinya melalui tahap pertimbangan tertentu. Seharusnya A jangan mengambil resiko dalam menekankan pendiriannya, terlebih pada atasan kalau masih membutuhkan pekerjaan tersebut. Disitulah pentingnya mengontrol diri.
Disisi lain, tindakan yang diambil pihak perusahaan dirasa sudah tepat, sadar bahwa tidak selalu bisa mengharapkan seseorang untuk berubah, terlebih sudah diberikan waktu yang cukup untuk beradaptasi. Andai saja A dengan komitnya dalam bekerja dapat memenuhi kewajiban utama yang diharapkan perusahaan, pasti tidak menutup kemungkinan pihak perusahaan mempertahankannya. Pengarahan dapat disampaikan dengan cara lain yang mungkin lebih tepat hingga mengenai sasaran.
Jadilah diri sendiri (be yourself) yang positif, dengan demikian akan termotivasi untuk terus positif. Wallahu a’lam bishawab. (worship)
tepat sekali, be yourself! yang diartikan mentah memang bisa berdampak negatif.
Sepertinya sih dalam banyak hal, setiap orang harus flexible kok, menjadi karyawan, menjadi pengusaha, sama2 harus flexible, dan kemampuan beradaptasi setiap orang tentu saja berbeda2.
Dalam kehidupan ini, banyak yang bersikap seperti si A, dan biasanya jika orang seperti A tetap dipertahankan, maka seringnya jadi duri dalam daging. 🙂
Terima kasih telah melengkapinya (worship)
Jujur saya sendiri sampai sekrang sangat sulit menjadi “be your self”
Karena karakter saya sangat sulit untuk menjadi diri sendiri.
Salam Persahabatan.
Pada dasarnya setiap individu telah memiliki karakter bawaan masing-masing, mungkin yang dimaksud sahabat bukan sulit menjadi diri sendiri melainkan menjadikan diri sesuai dengan keinginan yang bisa dikembangkan, misalnya perwujudan dari pengaruh orang lain dan lingkungan. Mohon maaf jika kurang tepat (worship)
Iya sob,,setuju saya dengan pendapat anda.trima kasih buat artikelnya.
Sama-sama sob 😀
bagus artikelnya…makasih udah share ya…
Sama-sama 😀
Semoga cita2 kita dapat terwujud dengan motivasi yang positif.
Amin! (worship)
saya sependapat dengan Karakter tidak bisa dirubah tetapi dapat dikontrol.
mengontrol karakter memang bukan hal yang mudah, tetapi kalau diupayakan pasti dapat terwujud
Yap, setuju pula bahwasannya sebuah upayalah yang harus dilakukan. Karena dengan begitu, berhasil atau tidaknya pada hasil akhir akan lebih mudah diterima.
“Menjadi diri sendiri” tidak sama dengan “Menjadi hidup sendirian di dunia”
Maaf, Alamendah baru sempat posting dan jalan-jalan kembali. Karena kelamaan istirahat, blogwalkingnya mungkin belum bisa kenceng. 🙂
Sip! Terima kasih atas silaturahminya yang masih teralin dengan baik, masalah bw sepetinya mengalami hal yang sama nih (blush)
ya dalam prakteknya di pergaulan dan kerja, cukup bisa dipahami bahwa be your self diterapkan agar bisa berkarya dengan maksimal sesuai dengan kemampuan, tetapi dalam interaksi sosial tentu tidak dapat diartikan secara kaku…
Ok! Terima kasih telah melengkapinya ya 😀
sip setuju, menjadi diri sendiri bukan berarti egois, tidak menerima keadaan lingkungan sekitar, diri sendiri tentu dari sisi positif agar kita bisa diterima oleh sistem dimana kita berada dan bisa menjadi bagian dari sistem dengan kelebihan yang kita miliki
salam dari kalimantan tengah
Thanks ya atas penegasannya.
Salam hangat kembali (worship)
Ikut menyimak artkelnya Gun 🙂
Salam,
Sip! Terima kasih atas kunjungannya dan salam hangat kembali 😀
menjadi diri sendiri, lagi2 hal yang sangat penting. 🙂
Hehe.. makasih ya, sudah mampir lagi dimari 😀
susah menjadi diri sendiri
orang aku ini siapa aja sampe sekarang belum tahu
masih saja labil dan gampang kebawa tren gajelas seperti saat ini…
Masih labil dalam masanya ya gpp, cuma jangan sampai kebawa tren yang gak jelasnya kebablasan hehe 😀
sebenernya mnjadi be yourself itu mudah sihh..
asalkan kita bisa tahan dengan godaan nya hehe..
tp aku sendiri cukup sulit juga mnjadi be yourself !! ya karna godaan nya itu td.. katanya ni ya jd be yourself itu mnyenangkan hemm.. pengen banget!!!!
biar wktu aja kali ya yang mnjawab hhehe jd curhat
salam kenal ya
dea
Sama-sama, salam kenal kembali 😀
ane suka kata2 yg terakhir tuh om 🙂 jadilah diri sendiri yang positif
Sip! Kl sudah suka Insya Allah diupayakan untuk hal tsb hehe.. 😀
mampu menempatkan diri sesuai situasi dan kondisi adalah baik
adalah tepat hehe.. (worship)
memang indah klo jadi diri sndiri..
namun emuin jati diri itu sulit lho om..
Tentang jati diri, tentu saja yg lebih tahu itu dirinya sendiri jg kan 😀
wah temanya renungan yah. . Sotoy saya.
Tapi bener juga. Kadang kita nganggep pekerjaan mudah dan meremehkan. Tapi hasilnya malah berbalik
Apapun pekerjaanya, minumnya teh botol s*sr* Ops… harus serius maksudnya (LOL)
be my self~
masih belajar untuk tidak egois…
my self sesuai dengan kondisi 😀
Hehe.. sip! 😀
menjadi diri sendiri itu bagus, tapi tetap harus mengikuti aturan dan bertanggung jawab. bukan berarti menjadi diri sendiri jadi semau gue, ngga bener itu 😐
Yap, penegasan sebuah tanggung jawab pertanda penting banget (worship)
Kalo orang Cirebon bilang “wong pinter pirang-pirang, wong bener jarang-jarang” (banyak orang pintar, tapi yang baik jarang), bisa juga berarti: pinter mesti bener. Kalau dimodernkan, makna filsafat ini kayaknya gak jauh beda dgn makna prinsip2 be yourself di atas kang ya…
Punteun kang, sekalian pengen tukeran link-nya, link KIP ‘s Bandung sudah dipasang di NoerDblog….
Iya, jangan sampai pinter keblinger.
Mangga kang, Insya Allah ku abdi dilebetkeun.
Hatur nuhun parantos kersa rurumpaheun (worship)
mari mengembangkan keterampilan soft skill dengan menjadi diri sendiri yang positif…
Terima kasih seruannya (worship)
menyimak dan mengangguk-angguk
Sambil manggut2 (LOL) Thanks ya sudah mampir 😀
setuju dengan be your self.. apalagi dibarengi dengan sikap mampu beradaptasi dengan lingkungan 🙂
Yap, pastinya akan lebih berkualitas (worship)
bener sekali, lebih enak lho jadi diri sendiri, lebih PD 🙂
Dengan mengembangkan sifat dasar yg dimiliki, akan dirasakan lebih mudah dan yakin ya 😀
btw, be yourslef apa yak??? hahaha
so inspiring… 😀 keep writing sob
Boleh ditafsirkan sendiri, silahkan (LOL)
Btw, thanks ya silaturahminya 😀
Punten, apakah A ini termasuk orang yang kepedean? Seharusnya A menyadari bahwa di perusahaan mengharuskannya bekerja dalam tim dan bukan semata kepuasan atau keinginan pribadi.
Salam.
Kl menurut dongeng diatas, kirang langkung ngagambarkeun watak nu sapertos kitu 😀
memgenali diri sendiri juga perlu waktu ya
tapi memang benar jadilah diri kita sendiri tentunya yang positif
Segala sesuatu tentang sebuah proses pasti terkait dengan waktu 😀
Kalo pengalaman saya, karakter umum yang biasa terjadi ketika menerima lulusan smk dan sarjana, seringkali lulusan smk pemalu, segan dan terlihat kurang percaya diri, padahal ilmu yang sudah didapatnya bisa bersaing dengan lulusan sarjana. Ketika dimintai pendapatnya hanya manut saja. Beruntung jika bersifat terbuka, maka adaptasinya terhadap lingkungan kerja akan membuat dia berhasil. Sedangkan seorang sarjana kebalikannya lebih percaya diri, kadang cenderung over, karena merasa memiliki gelar. Kadang menganggap rendah jabatan dan pekerjaannya sendiri, merasa dengan gelar yg dimilikinya tidak sepantasnya dalam posisi tersebut dan banyak menuntut. Padahal itu masih dalam masa probation, dimana pada masa itu perusahaan akan menilai pegawainya dalam berbagai sisi. Dalam masa ini perusahaan menjadi sangat sensitif. Kalo sudah begini, seberapa hebat prestasi anda, jika tidak disertai attitude yang positif… elo, gw, end! 🙂
Jika terkait dengan perihal pendidikan formal, rasanya tidak sedikit yang berprilaku demikian, setuju!
Thanks ya, telah melengkapinya (worship)
Kesungguhan dan keseriusan dalam semua hal memang sangat penting dilakukan terutama pada karyawan baru supaya manager kita dapat memahami dengan baik karakter kita. Sangat inspiratif sekali mas. Cocok bagi yang baru berjuang meraih karir. Salam.
Yap setuju banget, keseriusan itu penting keberadaanya.
Terima kasih telah berkunjung ya, salam hangat!
salam kenal,,semoga sukses selalu…:)
Amin! Salam kenal juga 😀
jadi diri sendiri emang perlu, tapi jika ada nasihat dan saran dari yang berpengalaman maka harus diterima dan dicermati.
hidup kalau semaunya sendiri emang susah…
Iya, setuju tidaklah bisa semaunya sendiri karena dalam hidup ini keberadaan kita tak lepas dari saling kertergantungan (worship)
iya gan bener banget tuh
saling membutuhkan
Iya, hal tsb akan disadari dan semakin terasa ketika tidak ada orang disekitar kita yang sedang dibutuhkan kehadirannya