Tag Archives: Celoteh

Bukan Asal Bicara

Bukan Asal BicaraBukan Asal Bicara! Dalam sesaknya dada seperti ini sang jiwa menghuni kesunyian dan penuh irama tak kuasa bertahan. Saat bersua dengan sahabat meski terkadang tidak dalam dekat, membiarkan batin menggerakan bibir dan mengalahkan lidah, berharap jiwa menerima pesan naluri tiada lain isyarat hati, bak nikmat anggur yang selalu terbayang ketika aroma dan rasanya telah hilang dan gucinya telah tiada.

Tak dapat dielak memang, semua itu menuntut pencarian kawan atau lawan bicara karena takut tertimpa akan kesunyian. Niscaya kesunyian hati nampak karena mata yang membuka kekurangan diri.

Disaat damai tak teraih dengan pikiran, saat itulah bicara dalam kata. Dan manakala tak bisa membenahkan kesendirian hati, menyadari hidup yang sesungguhnya dengan bibir dan suara ibarat hiburan atau penengah waktu. Memang sebagian yang terucap tanpa berpikir, tapi itu disebabkan kalimat dan kata pikiran lumpuh terkurung. Meski dapat merentangkan sayap, namun tak mungkin melayang ke angkasa raya.

Asa dan Asap Tengah Malam

Asa dan Asap Tengah MalamDalam kegaguan raga yang bersanding mata hati dan jiwaku memberi anjuran pada diri ini, untuk melihat keindahan dunia berhiaskan pijaran ribuan lampu dalam suasana kelamnya malam. Namun sayang, kepulan asap yang ku kumpulkan tak kuasa kutahan, mereka melayang dan bertebaran lalu menghilang tanpa bayangan.

Jemari ini dituntun mata jiwaku memahami dan mencintai apa saja yang nampak dihadapan mata, mewakili setumpuk rasa untuk meminta jangan pernah meragukan kepastiannya. Sisa-sisa asa berjuang keras untuk dapat memahami keberadaannya dengan menghempaskan segala keragu-raguannya. Meski begitu, keraguan itu tetap ada walau tak pernah aku mengucapkannya, niscaya diri ini enggan melihat kehampaan belaka.

Celoteh Seorang Mahasiswa Kelas Karyawan

Pagi itu begitu semangatnya hati untuk berangkat menuntut ilmu seperti biasanya, namun karena merupakan pertemuan awal, rasa semangat untuk pergi ke kampus begitu tinggi. Suasana pagi begitu segar dan langit pun seakan begitu bersih tanpa ada segumpal awanpun yang berani mengotorinya. Matahari mulai berkuasa keluar dari peraduannya, hendak membakar tiap-tiap apa yang biasa disinarinya. Debu-debu dari jalanan belum benar-benar merajalela, masih melekat pada semua benda yang ada di dekatnya, pada pintu, jendela dan apapun yang berada di dekatnya.

Saat ini mungkin mereka sedang asyik berada di dalam ruang kerja. Meminum segelas air segar atau secangkir kopi, bercanda bersama teman-temannya disela kesibukan masing-masing, melantunkan dendang meski hanya satu dua bait saja dengan volume suara yang lemah sambil menggerakan jari-jarinya pada keyboard. Sebenarnya pagi itu tidak biasanya pergi ke kampus, tetapi berhubung yang punya ilmu mau memberikan ilmunya hanya bisa dipagi hari itu, ya dengan sedikit keterpaksaan meninggalkan sejenak dunia pekerjaan yang dijalani untuk mencari sesuap nasi demi sebuah ilmu yang diinginkan.

Bukan Hanya…

Bukan Hanya!

Bukan hanya itu, tetapi.., Bukan hanya ini, melainkan…, Bukan hanya apa lagi ya?

Bukan hanya sekedar pelepas rindumu oh.. sayang. Itu sih hanya sebaris syair lagu lawas kayaknya.

Yang jelas ini “bukan hanya” sekedar cerita he…. Selama waktu bergulir, selam ini nafas berhembus, dan selama ini jantung berdetak, senantiasa selalu saja ada orang lain disekitarku, mungkin sampai menghembuskan nafas terakhirku.

Dikala merindukan keramaian merekalah yang jelas dibutuhkan, dikala menjadi kesunyian mereka pulalah yang lagi pada menghilang (kayak mahkluk halus ya menghilang he…), dan seringkali kala hati ingin menyendiri tiada lain dan tiada bukan mereka lah yang dapat disuruh pergi.