Celoteh Seorang Mahasiswa Kelas Karyawan
Pagi itu begitu semangatnya hati untuk berangkat menuntut ilmu seperti biasanya, namun karena merupakan pertemuan awal, rasa semangat untuk pergi ke kampus begitu tinggi. Suasana pagi begitu segar dan langit pun seakan begitu bersih tanpa ada segumpal awanpun yang berani mengotorinya. Matahari mulai berkuasa keluar dari peraduannya, hendak membakar tiap-tiap apa yang biasa disinarinya. Debu-debu dari jalanan belum benar-benar merajalela, masih melekat pada semua benda yang ada di dekatnya, pada pintu, jendela dan apapun yang berada di dekatnya.
Saat ini mungkin mereka sedang asyik berada di dalam ruang kerja. Meminum segelas air segar atau secangkir kopi, bercanda bersama teman-temannya disela kesibukan masing-masing, melantunkan dendang meski hanya satu dua bait saja dengan volume suara yang lemah sambil menggerakan jari-jarinya pada keyboard. Sebenarnya pagi itu tidak biasanya pergi ke kampus, tetapi berhubung yang punya ilmu mau memberikan ilmunya hanya bisa dipagi hari itu, ya dengan sedikit keterpaksaan meninggalkan sejenak dunia pekerjaan yang dijalani untuk mencari sesuap nasi demi sebuah ilmu yang diinginkan.
Sekali lagi, bukan karena tidak mementingkan pekerjaan, tetapi karena keterpaksaan untuk melanjutkan sebuah tantangan hidup ditengah ketidakpastian masa depan.
Sesampainya dikampus, baris demi baris, kalimat demi kalimat dari sang guru dicoba dikumpulkan dan disimpan pada sebuah tempat dengan memori yang sudah mulai terbatas. Sebut saja “Andri nama nya”, dia duduk sambil memandangi setiap apa yang terlihat didepan mata.
Tangan kirinya terus mengusap dahinya sekedar untuk mengusir rasa panas yang mulai memutar-mutar di dalam kepalanya, walaupun dari ujung kepalanya keringat sebesar jagung pun belum mengucur. Sementara tangan kanannya memegang pena, mencatat setiap kalimat yang masuk kedalam otaknya.
Matanya masih terus memperhatikan sang pemberi ilmu itu, disampingnya nampak seorang mahasiswa lainnya yang baru kelihatan sehabis pulang kampung mudik lebaran. Dia tak henti-hentinya mengamati sang dosen seakan-akan mau merekam semua materi yang diberikan hari ini, sangat berbeda dengan yang lainnya yang masih sedikit malas, bahkan dengan rasa malas itu disertai rasa kantuknya.
Waktu pun bergulir, tak terasa jam sudah menunjukan jam sepuluh. “Nah, sudah cukuplah dulu materi yang disampaikan pada kesempatan kali ini, bagi yang mau bertanya jika ada yang belum dimengerti silahkan,” kata sang dosen sambil menyerahkan daftar absensi kepada salah satu mahasiswa.
Semua mahasiswa tidak ada yang bertanya, hanya mencoretkan tanda-tangannya saja secara bergiliran pada buku absensi yang diberikan tadi.
Karena tidak ada satu mahasiswa pun yang bertanya, maka disudahi. Sebelum dosen berlalu, berhubung ada jadwal tambahan dengan dosen yang sama, maka Andri menyempatkan pertanyaan kepada sang dosen, “maaf Pak, apakah materi berikutnya akan dilanjutkan sekarang sesuai dengan kesepakatan minggu yang lalu? kata si Andri”. Pak dosen menjawab “kayaknya materi yang ini tidak jadi Bapak berikan, Bapak tidak sempet karena ada kesibukan lain, untuk gantinya silahkan mengambil materi lain saja”. Andri dan beberapa temannya hanya bisa mengangguk saja.
Lalu semua nya pun berlalu, dan Andri pergi untuk kembali menjalani rutinitas pekerjaanya. Ia berlari menembus panasnya perangkap matahari. Tidak terlihat muka letih diwajahnya walau dari peluh wajahnya terlihat jelas bahwa ia berusaha untuk belajar dan bekerja lebih keras hari ini. Ia melewati jalan berliku itu lagi. Kemudian ia berhenti sejenak di atas jalan itu.
Suasana panas dan membakar itu mulai terganggu oleh gemuruh yang berasal dari Timur. Beberapa menit kemudian sinar matahari tidak kuasa menembus tebalnya awan yang datang bergulung-gulung disertai suara gemuruh yang saling bersahutan. Sekarang suasana tidak panas lagi. Mata Andri terperangkap oleh awan kelam itu. “Ya Allah, semoga saja engkau menunda mendatangkan hujan yang lebat sebelum hamba sampai di tujuan”.
Alhamdulillah, ternya Tuhan mengabulkan doanya, Andri pun sampai ditujuan tanpa kehujanan. Ia kembali menjalankan segala aktivitasnya yang sempat ditinggalkan, ia ingin secepatnya menyelesaikan dan menunjukkan hasil kerjanya hari ini kepada pimpinannya.
Seiring dengan berjalannya pekerjaan yang hampir rampung, tak terasa hari sudah mulai sore, jam dinding pun sudah menunjukan waktu telah jam empat sore. Andri pun segera cepat-cepat mebereskan pekerjaanya, karena masih ada satu jadwal kuliah lagi disore hari itu.
Kota kini masih gelap gulita. Guntur semakin menggelegar. Rintik hujan masih mengguyur pekarangan dan jalanan serta seisinya. Ditengah guyuran hujan yang lebat itu, namun apa daya Andri pun segera bergegas hendak menuju kampus lagi. Dengan segala keterpaksaan, ia mencoba mengikuti aturan yang ada, hal ini sangat melekat dalam ingatannya yaitu dosen yang akan memberikan materi disore itu sangat memperhitungkan kehadiran atau absensi, meski telah belajar sebisanya dan serajin apapun kalau tanpa absensi yang bagus percuma saja. Oleh karena itu Andri pun melaju menuju kampusnya.
Guyuran hujan berhenti dan tinggal rintik kecil semula. Andri sudah tiba di depan kampusnya. Tanpa disangka di depan pintu gerbang tidak ada seorang mahasiswa pun yang biasa nongkrong. Sesampainya di halaman kampus ada beberapa orang yang juga basah kuyup yang mungkin masih menunggu masuk kelas. Terlihat beberapa diantara mereka sambil menghisap sebatang rokok. Mereka berbincang-bincang dan bercanda dengan temannya.
Karena waktu sudah menunjukan saatnya masuk kelas, maka Andri pun segera bersiap-siap masuk kelas, tetapi dalam benaknya masih kebingungan karena tidak melihat seorang pun temannya yang mengambil mata kuliah yang sama dengannya. Lalu ia berpikir mungkin semua sudah berada di ruang kelas, oleh karena itu Andri pun langsung menunju ruang kelas. Sesampainya di depan pintu kelas, Andri terbengong-bengong sambil memutarkan otaknya lagi. Sedikit mengerutu dalam hati “kok, ga ada siapa-siapa?”. Dan, karena tidak ada seorang pun yang ada di kelas, maka Andri pun segera mencari informasi apakah dosen yang bersangkutan ada atau tidak ada, tetapi sekali lagi nasib sial pun memhampiri dan seolah mengikuti terus tak ada seorangpun petugas yang bisa dimintai informasi, akhirnya Andri pun diterdiam.
Setengah jam waktu berlalu, Andri mencoba berusaha menunggu barangkali sang guru dan temannya akan datang. Tetapi tak kunjung juga. Maka dilangkahkannya kaki menuju jalan yang tadi pagi, siang dan sore dilalui untuk menuju tempat peraduannya alias pulang. Dalam perjalanan tak henti-hentinya berpikir “hari ini telah ada dua orang yang terhormat dan berpendidikan tetapi mereka sendiri tidak menghargainnya, apakah tidak ada solusi jika seandainya terdapat masalah seperti ini, kan bisa saja sebatas informasi disampaikan entah itu dengan cara apapun, benar-benar membingungkan. Ah sudahlah memang mereka mungkin sudah terbiasa dengan kuasanya memutuskan segalanya mendingan juga istirahat, tidur biar besok pagi semangat lagi menjalani aktivitas yang lain”.
Salam buat Andri ya..
#1 Tar kalau ketemu ya…
#2 Bisa jadi tuh haha…
gw sekarang sebagai karyawan di perusahaan yg bercita cita melanjutakan kulliah trima kasih atas cerita nya saya membaca cerita ini lebih bersemangat lagi untuk melanjutkan kulliah
salam anadri