Category Archives: Psychology

Kritis ditengah Krisis

Kritis ditengah KrisisBerupaya tetap tampil cerah lahir-batin menandakan bahwa diri tidak mengalami krisis identitas. Hal tersebut menjadi bagian yang sangatlah penting karena krisis identitas jauh lebih berbahaya daripada krisis-krisis lainnya. Dari penampilan memang bisa saja menipu. Secara lahir tampak dari luar terlihat cerah dan bergairah, tetapi mungkin saja dalamnya (batinnya) sedang “pabaliut” alias kusut. Memang bukan hal yang dianjurkan untuk berlaku demikian, walaupun sekali-kali boleh saja digunakan sebagai siasat untuk keperluan tertentu. Karena kalau terus-menerus berpura-pura akan mengalami yang namanya pribadi ganda (split of personality). Yang utama hanyalah bagaimana agar tetap menumbuhkan semangat ditengah situasi kehidupan yang makin berat alias kondisi krisis. Tak ada cara lain kecuali pandanglah krisis dengan kaca-mata positif “think and act positively!“.

Peka dikala krisis! Krisis ibarat berkelit dalam badai, tetapi krisis juga bisa  membuat kita memiliki peluang untuk mengasah kepekaan. Situasi sulit menuntut diri semakin cerdik, semakin jeli melihat peluang-peluang sekecil apa pun. Disitulah kepekaan diasah. Disisi lain, krisis itu memberi banyak waktu untuk merenung dan melakukan introspeksi. Saat yang tepat untuk memasang keker guna melihat peluang-peluang mana saja yang bisa dijelajahi. Selebihnya, krisis memberi kesempatan untuk dapat melihat kembali tujuan-tujuan semula (reorientasi) dan menata diri agar menjadi semakin kuat (revitalisasi). Dengan demikian, tidak perlu hanyut dalam hukum “to kill or to be killed“. Senantiasa berupaya untuk bisa survive dalam situasi sesulit apa pun dengan berpegang teguh pada etiket moral.

Dibalik Gemercik Hujan

Dibalik Gemercik Hujan

Sebelum menghampiri, Kau titahkan sang angin untuk memberi kabar, Kau geraikan tirai penghadang cahaya hingga tidak terlalu terang jika bertandang dikala siang, dan sesekali terkirimkan iringan riuhnya gemuruh yang kadang menakutkan, dan sesekali pula menghantarkan bentangan-bentangan guratan pelangi yang sungguh mengagumkan.

Dibalik gemercik hujan kerap menjadi teman sejati dalam keheningan. Dengan setianya tetesan-tetesan beningnya terkadang mampu menghantarkan kedalam resapan kenangan. Dan, dalam derasnya hujan terselip pesan cinta yang merona. Saat terdiam sendirian, suara indahnya mampu melupakan rasa gundah dan mampu menumbuhkan kerinduan, memikirkan dan mengenang apa saja yang terlintas dibenak terdalam. Keluarga tercinta atau sahabat yang disuka! Yap, itu terserah saja maunya hati, tentang apa, siapa dan bagaimana, yang pasti tidak akan pernah lupa pada hujan yang mampu menghidupkan nuansa dan mampu membentangkan ketenangannya. Seperti halnya pernyataan Christine Panjaitan dalam sebait liriknya “Kalau tak mungkin lagi hujan, menyejukkan hati kita, untuk apa aku disini “.

Bahagia Hati Menjelang Esok Hari

Bahagia Hati

Siapa yang tidak bahagia jika akan menghadapi hari yang ditunggu, hari esok yang menyenangkan. Dalam menyambutnya selalu dengan penuh semangat, disertai hati senang, riang dan gembira. Bahagia dalam hidup dihiasi hangatnya cinta dan damai yang didambakan esok hari. Cinta yang dapat membuat terbang dengan penuh semangat meninggalkan banyak sekali beban, sakit, stress dan frustasi.

Jika esok hari tiba, bahagia itu tetaplah nyata. Bersyukur memiliki waktu untuk dapat mengaji dan mengkaji diri sejauh mana prilaku yang diperbuat hingga dapat membenahinya dikemudian hari. Dengan itikad meraih berkah-Nya, rasanya tepat untuk menuangkan harapan nyata dan mencoba mengungkap hingga dapat mempelajari rahasia-rahasia yang masih tersembunyi. Untuk itu semua, berharap dilekatkan pada upaya membebaskan diri dari kebencian dan kecemasan, menjalani hidup sederhana hingga mampu memberi lebih banyak dan berharap lebih sedikit, mensyukuri nikmat serta senantiasa tersenyum. Senyum hangat menanti esok hari “ramadhan” tiba 😀

Ludah dan Kuasa Lidah

Ludah dan Kuasa Lidah

Sejenak diri terbangun ditengah malam dan menatap sesuatu yang hampir tak terlihat dilangit-langit sepetak ruangan kamar. Benar-benar terasa kikuk manakala keheningan terasa menyelimuti beberapa saat. Terbersitlah cerita dini hari berlalu dan terhelakan pula nafas panjang mengiring kegelisahan hati yang tak segera terlepaskan. Lalu digerakannya satu dua langkah kaki dan duduk diatas sebuah bangku yang sudah lusuh, yang tinggal beberapa saat lagi menunggu runtuh didekat jendela. Sesekali menatap tarian asap yang melenggak-lenggok mengikuti himpitan kedua jari diiringi tabuhan sang angin yang senantiasa mendekat lalu menjauh dari sang mulut, begitu pun sebaliknya dan terus berulang. Dari arah yang berbeda, sekumpulan asap terusir solah-olah mengantarkan perjalanan diri dalam sebuah pengembaraan jauh.

Masih dan tetap teringat, dimana raga berontak membebaskan diri dari memikirkan mereka yang telah menjadi tertarik pada lipatan bercap yang dijadikan penghias tubuh. Sementara jiwanya menolak untuk bertindak seakan tidak tahu apa-apa tentang cinta dan timbal-baliknya yaitu sebuah keindahan. Yap, mereka adalah para pengumbar janji dan para penyanjung sikap mengabaikan kilah lidahnya yang tak bertulang. Sepertinya tiada lain yang dibutuhkan hanyalah sebuah belas kasihan Tuhan semata untuk mengingatkannya.

Pedih dalam Perih

Pedih dalam PerihMasih mengukir mimpi meski tak seindah angan-angan yang hadir dipelupuk mata. Seringkali bertemu resah dan penyesalan atau bahkan keputus-asaan jika menghadapi sebuah realitas yang bersebrangan dengan harapan. Dan sebaliknya, suka-cita tercipta manakala keinginan hati terjumpai, riang dan senang ketika menang dari pengharapan. Itulah hidup, cerminan semua segi tercakup.

Life is suffering!” Seorang filsuf pernah berkata demikian, hal tersebut maksudnya tentu saja bukanlah penderitaan itu selalu hadir dalam setiap detiknya melainkan pada kenyataan dikehidupan ini memang tidak pernah semulus seperti yang diangankan. Selalu ada saja tantangan dan ujian yang membuahkan penderitaan, kemudian membuat diri terbebani. Terlebih jika ujian datang bertubi-tubi yang memungkinkan hadirnya keterpurukan seperti tak punya kesempatan untuk bernafas lebih panjang dengan menghadapi berbagai terpaan. Lalu, terwujudlah seberapa besar tingkat kesabaran yang dimiliki diri dari berbagai kondisi tersebut.