Rindu Nara Ditepi Telaga
Pagi menjelang terbangun sudah dari peraduan. Meski belum waktunya membuka jendela yang terselip dalam ruang kamar, begitu pula belum saatnya menyingkap gorden yang menghalangi pemandangan, Nara terbangun lalu menuju pintu dan pergi ke arah dapur. Secangkir kopi hangat sengaja diseduhnya sekedar teman menghadang kesenyapan.
Sungguh nikmatnya pagi yang cerah manakala didengarnya burung-burung bernyanyi. Berjalan satu-dua langkah kakinya menuju halaman dan disentuh sejuknya embun pagi seraya berkata “Ya Allah, terima kasih atas nikmat ini yang tiada terkira.” Ceria akan cerahnya pagi, gembira dengan rencananya yang dihadapi, membuat Nara memiliki semangat untuk melintasi sebuah telaga bersama teman-teman dihari itu. Begitu sang raja siang menampakan sorot matanya, bergegaslah menuju tempat berkumpulnya teman-teman yang sudah berjanji untuk pergi bersama. Lantas, beberapa roda berputar mengantarkan mereka ke sebuah telaga dengan melewati perbukitan kecil yang masih hijau nan sejuk menuju sebuah situ yang terletak diantara bukit-bukit yang berdampingan.
Selama diperjalanan tak kurang akan canda tawa, begitu pula sesampainya ditujuan. Setelah memarkirkan roda-roda yang mengantarkan mereka, istirahat sejenak lalu melintasi sebuah perkebunan teh yang berada tepat disekeliling danau yang dituju. Dengan alur jalan setapak memicu harsrat mendaki ke puncak bukit tersebut. Satu candaan hangat tercipta, manakala ada satu orang diantara mereka yang merasa tidak kuat melangkahkan kakinya ketika belum sampai diatas, sebut saja namanya Abah. Nafasnya terlihat “ngas nges ngos alias hah heh hoh a.k.a. ngos-ngosan” dan memohon kepada yang lain untuk berhenti sejenak. Nara dan kawan-kawan pun spontan menuruti permintaan si Abah itu seraya mengejeknya dengan celoteh “masa dikasih tanjakan segini aja gak kuat.” Tak berselang lama, melintas dua orang gadis dengan semangatnya menyusul Nara dan rombongan. “Nah kalau begini sih semangat, ayo dilanjut” teriakan spontan dari mulut si Abah yang melihat pinggul dengan lenggak-lengkoknya bergoyang penuh semangat menuju puncak. Spontan Nara dan kawan-kawan tertawa berlanjut menjawab ucapan Abah “dasar aki-aki ontohod, keong racun”.
Singkat cerita, pendakian pun sampai juga dipuncak bukit. Setelah jepret sana-sini dan menghabiskan sebagian waktu diatas bukit lalu kembali turun menuju telaga. Segenap rombongan pun hendak melanjutkan langkahnya untuk menikmati keindahan sekitar telaga itu terkecuali Nara yang bilang tidak akan turut hendak menunggu saja ditepi telaga. Setelah hampir setengah jam akhirnya rombongan pun kembali dan menghampiri tempat dimana Nara tadi menunggu. Tapi begitu heranya teman-teman Nara ketika tidak ditemuinya Nara ditempat tersebut. Reflek seketika, semua teman-teman mencarinya dengan segera, dan nampak terlihat Nara duduk termangu dibawah sebuah pohon rindang masih ditepian telaga. Lantas bergegaslah menuju Nara yang begitu terlihat aneh, duduk termenung dengan sorotan mata yang kosong serta terlihat berkaca-kaca seolah beban berat telah menghimpitnya. Abah dan rekan-rekan lainya lalu menghampirinya.
“Akhir-akhir ini kenapa kamu selalu tampak murung kawan? Bukankah banyak hal indah disekitar kita? Kemana perginya wajah ceria dan bersemangat seperti dulu?” tegur Abah.
“Bah, belakangan ini hidup saya sedang penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum, kalau pun bisa itu terasa hambar dan sangat dipaksakan. Masalah datang seolah-olah tidak ada habisnya. Belum satu masalah kelar, sudah muncul baru yang menghadang. Serasa, tak ada lagi sisa untuk kegembiraan dalam hidup saya, terlebih tempat ini mengingatkan saya ke masa lalu yang kerap kali dijadikan pelarian untuk sekedar membuang rasa penat selagi ada masalah“ jawab Nara sambil tertunduk lesu.
“Oh begitu, kalau boleh jujur sebenarnya saya dan kawan-kawan pun mengajak kamu kesini karena melihat kamu yang belakangan ini terlihat kurang semangat dan sering terlihat murung. Tetapi masalah keterkaitan tempat ini sebenarnya saya gak tahu juga,” ucap Abah.
“Iya Bah, saya malah senang sebenarnya. Cuma ya itu tadi, tempat ini meninggalkan kenangan bagi saya dimana setiap ada masalah selalu menyempatkan datang kemari. Dulu, seseorang yang sangat berarti sering banget diajak kesini, nasihat-nasihatnya seakan memberikan solusi dan menambah semangat lagi. Tapi kini, dia pun sudah pergi dan disadari betul tidak akan pernah kembali. Teringat hal itu manjadi tambah tak karuan rasanya,” ucap Nara sambil nambah berkaca-kaca.
Setelah sejenak berpikir, Abah dan kawan-kawan mencoba untuk mengerti kegundahan sahabatnya. Dan, dengan senyum bijaknya Abah memerintahkan sesuatu pada pada seorang teman “coba, minta segelas air dan satu genggam garam dikantin, kalau malu meminta beli saja, atau sekalian teman-teman yang lain makan duluan disana. Tar garamnya bawa kesini ya, akan saya coba memperbaiki suasana hati Nara ini,” ucap Abah.
Meski pergi dengan ketidak-mengertian, seorang teman Nara segera bergegas melakukan permintaan Abah sambil berharap dalam hati, mudah-mudahan Abah dapat memberi jalan keluar bagi permasalahan yang dihadapi Nara.
Setibanya teman yang disuruh tadi, Abah memerintahkanya untuk memberikan segenggan garam dan segelas air putih itu kepada Nara. Lalu menyuruhnya Nara mengambil setengah genggam garam dan memasukkan kedalam segelas air itu, disuruhnya Nara untuk mengaduknya kemudian harus diminumnya air tersebut. Meski kurang paham dengan permintaan aneh tersebut, Nara pun segera melaksanakan perintah Abah. Selesai minum, wajahnya langsung meringis. “Bagaimana rasanya?” tanya Abah sambil tersenyum lebar.
“Asin Bah, tidak enak dimulut dan perut juga rasanya jadi mual,” jawab Nara dengan wajah yang penuh rasa kasihan.
Sambil memperhatikan Nara yang diliputi tanda tanya dan sedang merasakan tidak enak diperutnya, Abah kemudian menceritakan akan keindahan telaga. Telaga yang begitu indah, airnya bening karena sumber airnya dari alam yang senantiasa mengairinya dengan ikhlas.
“Sekarang, coba ambil air garam tadi dan garam yang tersisa lalu tebarkan ke telaga ini,” perintah Abah pada Nara. Nara pun dengan patuh memenuhi permintaan Abah itu.
“Nah, coba kamu minum sedikit air telaga ini,” ucap Abah kembali. Dengan kedua tangannya Nara segera mengambil air di telaga itu lalu meminumnya.
“Bagaimana rasanya?” Tanya Abah.
“Segar! Pastilah segar atuh Bah, telaga ini airnya kan berasal dari aliran sumber mata air murni pegunungan diatas sana,” kata Nara.
“Terasakah rasa garam yang kamu tebarkan tadi?” Tanya Abah.
“Rasanya tidak terasa sama sekali Bah. Malahan ini sangat segar dan bisa jadi obat dari air asin yang saya minum tadi,” kata Nara sambil mengambil air dan meminumnya lagi.
“Tapi, maksud Abah apa dengan menyuruh saya melakukan beberapa hal tadi?” ucap Nara bertanya. Nara mencoba menebak-nebak apa yang dimaksud dari perintahny si Abah.
“Kawan, segala masalah dalam hidup ini sama seperti segenggam garam. Tidak kurang tidak lebih. Rasa “asin” ibarat sebuah masalah, kesulitan, penderitaan yang dialami setiap manusia, dan tidak ada manusia yang bebas dari permasalahan dan penderitaan. Benar kan? Tapi, seberapa rasa “asin” dari penderitaan yang dialami setiap manusia sesungguhnya tergantung dari besarnya hati yang menampungnya. Maka, jangan memiliki kesempitan hati seperti gelas tadi, tetapi jadikan hati menjadi sebesar telaga sehingga semua kesulitan tidak akan mengganggu rasa di jiwa dan kamu tetap bisa bergembira walaupun sedang dilanda masalah. Nah, mudah-mudahan penjelasan saya ini bisa sedikit memperbaiki suasana hati kamu,” jawab si Abah.
Setelah dipikir-pikir akhirnya Nara pun mengerti apa yang dimaksud dari perintahnya Abah tadi hingga kata terima kasih pun terucap dari bibir Nara.
wah postingan bagus tentang pesan moral yah 🙂 . masalah di dunia hanya seperti genggaman garam
Hehe.. terima kasih dah berkunjung ya, sedikit makna mudah2an terselip didalamnya (blush)
cara menjadikan hati seperti telaga tadi, yang mesti terus dipelajari dan di biasakan
Terima kasih telah melengkapinya (worship)
maaf gak baca,,,bingung,,
heheh
cuma berkunjung,,,,,dengan senyuman
Haha.. mohon dimaklumi aja yak, jika coretannya kurang menarik dan membingungkan (blush)
bagus…..
Terima kasih atas kunjungannya!
wah, pesan moralnya mantap
Terima kasih, semoga benar-benar ada maknanya meski hanya sedikit.
hmmm, jd pengen jg liburan dlm suasana telaga…hahaha
Segeralah rencanakan untuk berlibur.
Kalau bisa ajak2 dong 😀
Keindahan alam semesta ini sangat melimpah, dimana saja banyak keindahan. sungguh besar yang maha pencipta untuk dapat mewujudkannya. Met kenal ya…
Thanks ya dah berkunjung.
Salam kenal kembali dan salam hangat!
nice..
sempatkan mengunjungi website kami
sukses selalu!