Mengasah Kepekaan Intuisi
Sungguh merupakan hal yang menarik perhatian, dikala membutuhkan faktor-faktor pendukung dalam mengambil langkah hidup ini, sebuah intuisi. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya mengenai pengenalan sebuah intuisi, dengan tujuan mencoba mencari tahu sejauh mana intuisi itu keberadaanya dalam diri. Seiring dengan banyaknya pilihan hidup apa benar kehadiran sebuah intuisi itu diperlukan?
Jika mengingat intuisi sebagai “sahabat” yang mengetahui arah terbaik yang seharusnya kita ambil, maka secara tidak langsung harus membuka diri untuk mendengarkan intuisi itu. Sehingga benar-benar sebuah intuisi itu dapat merupakan alat yang ampuh yang memberi arah dalam menempuh kehidupan. Lalu bagaimana bisa mempercayai bahwa jawaban yang tersirat dibenak kita saat melakukan meditasi itu memang benar-benar intuisi yang patut kita turuti?
Membersihkan pikiran dan hati saat meditasi sangatlah tidak mudah . Perlu latihan-latihan yang teratur jika ingin mempertajam kepekaan perasaan. Namun kekuatan intuitif sesekali bahkan seringkali muncul begitu saja. Karena memang sudah tertanam dalam tubuh kita sejak lahir dan tergantung kita apakah mampu menangkapnya atau malah mengabaikannya.
Mengasah Kepekaan Intuisi!
Untuk mengasahnya memang tidak segampang yang dibayangkan secara asal-asalan, karena membutuhkan latihan-latihan untuk mempertajam kepekaan agar mampu menangkap isyarat suara batin/intuisi dalam diri. Menurut para ahli, kepekaan intuitif yang tersembunyi itu bisa dipertajam dengan cara melakukan meditasi.
Ketika melakukan meditasi, kita tidak boleh dalam suasana hati yang emosional (marah, sedih, gembira, khawatir dll). Maka untuk menangkapnya sebaiknya membersihkan pikiran dan hati, harus tenang dan dalam keadaan bersih hati. Tanpa pikiran tenang dan hati yang bersih, info apa pun yang didapat, bukanlah intuisi karena mungkin tidak berdasarkan fakta dan logika. Seperti apa yang dituliskan Judith Orloff dalam bukunya “Suara batin berupa isyarat seyogyanya jelas dan bersifat netral”.
Intuisi merupakan suara hati nurani yang keluar dari Cakra Jantung. Sebagaimana diketahui, tubuh mempunyai pusat-pusat energi yang disebut cakra. Dari salah satu media cetak terbitan Jakarta menyebutkan ada tujuh cakra utama, yaitu Cakra Dasar, Cakra Seks, Cakra Solar Pleksus/Pusar, Cakra Jantung, Cakra Tenggorok, Cakra Ajna/Mata ketiga, dan Cakra Mahkota. Masing-masing cakra dipercaya terhubung dengan kelenjar-kelenjar tertentu yang mempengaruhi fungsi organ-organ tubuh tertentu dan emosi tertentu.
Intuisi adalah suara hati nurani atau gerak hati yang keluar dari Cakra Jantung. Ada yang menyebutnya sebagai “Suara Tuhan” atau “Suara Illahi”. Intuisi adalah energi yang mengalir dalam diri kita. Ibarat sungai, energi intuisi mempunvai alirannya sendiri. Jika aliran itu mengalami blokade (oleh kelakuan-kelakuan kita yang negatif, maka intuisi tentu saja tidak mengalir alias tidak berjalan.
Jika saja “sungai” terkadang melebar atau menyempit sehingga mempengaruhi deras lambatnya aliran, aliran energi intuisi pun tidak jauh berbada, alirannya tidak akan selalu sama. Hal tersebut memang alamiah dan manusiawi, yang penting adalah menjaga agar aliran tetap lancar, sehingga kita tidak salah dalam hal mengambil keputusan-keputusan dalam hidup. Caranya dengan memberdayakan cakra jantung agar hati nurani bisa terdengar.
Apa yang harus dilakukan? Tentu saja kita harus mulai dari diri sendiri. Membersihakan hati kita. Karena yang diperlukan tidak hanya bersih dari emosi, hati kita pun harus bersih dari sifat-sifat maupun maksud-maksud yang tidak baik seperti irihati, culas, serakah, konsumtif, asosial, pelit dll. Sifat-sifat dan maksud-maksud buruk tersebut menutup mata hati kita, sehingga suara hati nurani atau intuisi tidak terdengar karena tertutup oleh gegap gempitanya suara-suara buruk tersebut. Selanjutnya kita menerima tanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita. Berhentilah menyalahkan orang lain jika kita mendapat musibah atau masalah, karena kita bebas memilih jalan hidup kita. Lakukanlah introspeksi diri. Untuk itu kita harus percaya pada kemampuan kita.
Tentunya, semua itu merupakan suatu proses yang tidak dapat dilakukan seketika secara instan. kita harus mengubah mindset sepenuhnya. Mulailah dengan memaafkan orang lain yang telah menzolimi kita. Kemudian mintalah maaf kepada orang lain yang telah kita zolimi. Memaafkan bukan berarti kita membenarkan kelakuannya, tetapi ke depan kita ingin bebas dari beban batin dan menjalani kehidupan kita dengan damai dan babagia. Demikian juga dengan minta maaf, berarti kita mengaku bersalah dan bertekad tidak akan melakukannya lagi. Dengan mengaku bersalah dan bersedia menanggung akibatnya, maka beban batin kita pun berkurang. Insya Allah dalam keadaan damai dan bahagia, kita akan mudah mendengarkan suara hati kita alias intuisi kita. Wallahu A’lam Bishawab.
dahsyat bung indra kayaknya fasih bener tentang intuisi, kaya-kaya apa gitu,,,,,,
wah keren eung chau baru nyadar bahwa kang indra merubah posisi blog-nya ya, betul g kang ? keliatan lebih menarik dan tampak fresh from the oven, selamat ya kang atas tampilan baru blognya
Sdr Indra, IMHO, ada perbedaan antara intuisi dengan Hati Nurani. Intuisi adalah bagian kesadaran dari lapisan tubuh manusia yang terkait dengan cakra pusar. Sedangkan Hati Nurani merupakan percikan dari Tuhan Yang Maha Esa yang terdapat didalam rongga dada kita, sebagai inti dari Hati kita.
Untuk lebih jelasnya mungkin bisa membaca buku “Hati Nurani” serta “Hati, Mengenal, Membuka dan Memanfaatkannya”, karangan Irmansyah Effendi.
Hati adalah kunci hubungan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga memohon maaf, mengampuni sesama adalah salah satu langkah penting yang benar, namun yang terutama adalah memohon Kasih/Berkat/Rahmat dan Nur Illahi (Cahaya)-Nya untuk memberkati Hati kita, mengeluarkan emosi-emosi negatif yang ada, satu persatu berdasarkan jenisnya untuk kemudian digantikan oleh Rahmat dan Nur Illahi.
Semoga bermanfaat,
Salam 🙂
Insya Allah bermanfaat, terima kasih ya dah nyempetin berbagi, ditunggu masukannya lagi he…
Sdr Indra 🙂
Kabar baik, kalau ada waktu menyempatkan hadir di acara Diskusi Buku dan Pelatihan Hati dengan Pak Irmansyah Effendi, tanggal 5 April 2008. Jam 2 siang – 4 sore di Gramedia Matraman Jakarta.
Salam 🙂