Category Archives: Cultural
Car Free Day, Car Free Night
Jalan yang berlokasi dipusat kota senantiasa dijejali pengunjung yang hilir mudik dengan tujuannya masing-masing. Terlebih jalan tersebut mempunyai keistimewaan tersendiri sehingga bukan saja berfungsi sebagai sarana lalu-lintas melainkan dijadikan sebagai tongkrongan anak muda. Sebut saja salah-satunya sepanjang Jalan Dago yang telah memberlakukan car free day disetiap hari minggu pagi. Dibalik keseharian yang dipenuhi dengan macetnya kendaraan yang melintas dan kerap dibumbui polusi asap kendaraan, meski hanya beberapa jam saja ajang car free day memiliki nilai positif karena selain dijadikan arena jalan-jalan santai dengan menghirup udara segar juga dapat menikmati berbagai pertunjukan seni yang digelarnya. Lalu, bagaimana dengan “Car Free Night”?
Lain Dago, lain juga Braga. Jalan Braga yang terletak dipusat kota merupakan jalan yang paling istimewa di Kota Bandung. Jalan tersebut merupakan ikon Kota Bandung yang memiliki hari ulang tahun yang diperingati setiap tanggal 18 Juni. Jalan yang memiliki sejarah sebagai pusat perdagangan dan berderet beragam hiburan malam telah diakui sejak lama bahwasannya jalan tersebut merupakan sebuah jalan yang istimewa. Keistimewaan tersebut juga senada dengan senandungnya salah-satu penyanyi kawakan Indonesia, Hetty Koes Endang dengan judul kawihnya itu sendiri “Jalan Braga“. Keistimewaan itu pula yang menjadikan setiap pengunjung dari luar Kota Bandung memiliki rasa penasaran untuk dapat melintasi dan menjejakkan kaki disana.
Berbalas Pantun
Ibarat makan sudah menjadi kebutuhan baku sehari-hari, beberapa jam disetiap harinya pasti nyempetin menengok inet. Padahal tak jarang cuma sekedar ngobrol atau sekedar berkelakar saja. Buktinya sudah beberapa kesempatan iseng nimbrung berbalas pantun disebuah social networking. Dari hal itulah terbersit hasrat hati menuliskan tentang pantun, lumayan buat pengingat-ngingat sastra lama yang terkadang sering dilakukan tapi tidak paham keberadaan sebenarnya pantun terdahulu. (blush)
Mengenal sebelum berbalas pantun. Pantun dikenal sebagai salah-satu jenis puisi lama yang merupakan sastra lisan dan telah terkenal dibumi nusantara sejak jaman dulu. Disebut satra lisan karena dahulu merupakan seni sastra yang diucapkan secara langsung atau lisan. Namun kenyataan sekarang selain secara langsung dilisankan, pantun juga sering dijumpai dalam bentuk tulisan. Untuk nama atau istilah pantun itu sendiri disetiap daerah berbeda-beda. Kalau di Sumatra masih dikenal dengan sebutan pantun, untuk di Jawa dikenal dengan Parikan, sementara di Sunda dikenal dengan Paparikan. Meskipun berbeda nama, maksud dan fungsinya sama yaitu biasa digunakan untuk saling menghibur, saling sindir-menyindir, mengungkapkan perasaan hati, menasehati, dll.
Bobodoran Astrajingga alias Cepot
Selain kesenian dan makanan daerah yang sempat dituangkan dalam tulisan yang lalu, ada lagi yang menarik perhatian dari budaya daerah untuk dituangkan disini. Ya, mengenal watak atau prilaku bodor Si Astrajingga alias Cepot. Tokoh fenomenal yang hidup sepanjang masa. Si Cepot sih gak bakal mati karena tidak bernyawa, yang hidup mati itu orang yang melestarikanya. (LOL)
Siapa itu Si Cepot? Rasanya sudah tidak asing lagi nama tokoh tersebut. Apalagi sebagai orang sunda, ada istilah “mun teu apal saha eta si cepot, ulah wara ngaku urang sunda” kalau gak hapal siapa itu Si Cepot jangan mengaku orang sunda. Si Cepot alias Astrajingga yaitu salah satu tokoh yang terdapat dalam pewayangan “Wayang Golek”, berwajah merah dengan prilaku bodor atau suka bercanda. Astrajingga adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Semar Badranaya dan Sutiragen (sebetulnya Cepot lahir dari saung). Sastra artinya tulisan, sedangkan Jingga adalah gambaran tokoh wayang yang mempunyai kelakuan buruk ibarat seorang siswa yang memiliki lapor merah. Meski demikian kehadirannya selalu dinanti-nanti. Wataknya humoris, suka banyol ngabodor, tidak peduli kepada siapa pun baik ksatria, raja maupun para dewa. Kendati begitu lewat humornya dia tetap memberi nasehat petuah dan kritik.
Selain Astrajingga, terdapat tiga tokoh lagi yang selalu menjadi pusat perhatian yakni ayahnya (Semar) dan kedua adiknya (Dawala & Gareng). Keempat tokoh ini disebut pula sebagai tokoh Punakawan, artinya sebutan bagi empat orang abdi yang bertugas sebagai penasihat dan pemberi petuah bijak bagi para tokoh Pandawa. Salah satu tokoh yang menjadi ikon pewayangan adalah tokoh Astrajingga.
Rumingkang di Tatar Parahyangan
Berawal Tari Ketuk Tilu Pergaulan yang ditolak oleh masyarakat tari dengan dasar-dasar tari rakyat dan pencak silat merupakan inti geraknya, tarian tersebut dikembangkan lagi dan diberi nama Tari Jaipongan. Seni tari yang dikreasi oleh maestro Tari Jaipong Gugum Gumbira Tirasondjaya adalah karya seni baru dalam dunia tari Sunda, yang dasar-dasarnya tidak hanya diambil dari pencak-silat, tetapi dari berbagai Seni Tari Rakyat Parahyangan yang tumbuh di berbagai wilayah di Jawa Barat.
Puluhan tahun sudah seni tari jaipongan tumbuh dan mengakar di Tatar Sunda. Seni tersebut bahkan sudah merambah keluar negeri. Pada awal pertumbuhannya di akhir 1970-1980-an dianggap sebagai seni tari yang berkonotasi “teu puguh” alias gak jelas dan negatif karena mengeksplorasi bagian-bagian sensitif tubuh perempuan. Pada kenyataanya, tari jaipongan itu tidaklah demikian, sehingga tarian semacam itu tumbuh subur terutama pada rakyat pesisiran.
Tari Jaipong Daun Pulus Keser Bojong dengan tabuhan musik karawitan atau lagu Serat Salira dan Bulan Sapasi bagi masyarakat Jawa Barat mungkin tidak asing lagi atau paling tidak sempat mendengarnya seperti halnya saya. (LOL)
Car Free Day, Menghirup Udara Segar dipagi Hari
Memang bukan tema yang hangat karena cerita ini sudah berjalan dari beberapa waktu kebelakang. Kebetulan dalam dua pekan berturut-turut (setiap minggu pagi) menjambangi daerah yang mengais cap “Car free day“.
Dalam hiruk-pikuk sebuah kota sudah barang tentu menjadi impian setiap penghuninya dapat menghirup udara segar dipagi hari, terlebih di Kota Bandung dimana sudah dikenal lama memiliki udara yang sejuk, segar dan lingkungan yang nyaman. Dari itulah mendengar kabar adanya event tersebut merasa senang dan menjadi jawaban atas harapan yang ada, dapat berolah-raga dengan jalan kaki meskipun hanya 30 menit saja dan sekaligus menghirup udara segar yang selama ini rasanya kurang ternikmati. (doh) Ini mah akibat ulah sendirinya saja yang hampir gak pernah olah-raga pagi dalam waktu yang cukup lama, tapi beberapa bulan terakhir rajin kok. (LOL)