Aspek Psikologis dari Pakaian

Aspek Psikologis dari PakaianSetiap orang ingin berpenampilan menarik. Dalam berpakaian tentu saja berharap yang dapat dipakai itu yang terbaik hingga mampu memenuhi fungsi dari pakaian itu sendiri, sebagai penutup tubuh, pelindung tubuh serta kebutuhan estetika. Hanya saja yang menjadi persoalan tidak semua orang mampu membeli pakaian baru yang bagus karena terkait faktor finansial. Aspek Psikologis dari Pakaian!

Dari sebagian besar masyarakat Indonesia yang memiliki keterbatasan finansial, dengan kondisi tersebut memunculkan prinsip daripada tidak membeli baju baru dengan harga yang teramat mahal maka beralih memilih pakaian bekas yang dalam pandangannya masih layak untuk digunakan. Dan, tidak sedikit dari mereka berpandangan berbeda alias yang penting trendi. Bagi mereka terpenuhi kebutuhan akan pakaian itu, walaupun memakai pakaian bekas tetap menganggap hal itu sebuah pencapaian terbaik. Kondisi inilah yang mungkin menjadi salah-satu pendukung maraknya jual beli pakaian bekas import.

Aspek Psikologis dari Pakaian!

Akhir-akhir ini jual beli pakaian bekas import memjadi perbincangan yang hangat. Adanya anjuran pemerintah untuk tidak menjadikan pakaian bekas import sebagai pilihan karena tidak menutup kemungkinan mengandung bakteri-bakteri hingga menularkan penyakit, membuat pro-kontra banyak pihak terkait, khususnya para pebisnis pakaian bekas import.

Terlepas dari konsumen dengan keterbatasan masalah finasial yang dirasa memang tidak ada salahnya memilih pakaian bekas yang masih layak pakai, untuk beberapa orang yang sebatas ingin tampil trendi hendaknya harus berpikir jernih. Rasanya tidaklah tepat memaksakan berpenampilan trendi kalau hanya dengan membeli pakaian bekas selagi pakaian yang baru masih terjangkau, meski pakaian baru tidaklah trendi tentu saja tidak masalah selama memenuhi fungsi dari pakaian itu sendiri.

Setiap orang memang memiliki sudut pandang yang berbeda. Berlakunya prinsip konstaminasi ingin terlihat keren, dengan tidak terjangkaunya pakaian yang baru dan asli menjadikan beralih pada alternatif pilihan biar tampil layaknya sang idola, atau pula dapat tampil memakai pakaian yang lagi tren dengan mengenyampingkan kondisi pakaian tersebut. Hingga prinsip kontaminasi sejalan dengan prinsip hukum penularan yang dikemukakan oleh antropolog bernama Frazer (1922). Berdasarkan hukum penularan, benda yang mengalami kontak langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi benda lain. Menurut Frazer, hukum penularan dapat terjadi pada seseorang misalnya ia tidak merasa nyaman dengan memakai pakaian orang yang dibencinya walaupun sudah dicuci bersih, ini terjadi pada kontaminasi psikologis positif. Berbeda dengan pakaian bekas seorang panutan misalnya, bagi pemujanya akan merasa nyamai dipakai walaupun belum dicuci karena sang idola adalah favoritnya. Itulah beberapa contoh aspek psikologis dari pakaian yang mungkin tidak asing lagi.

Bila merujuk pernyataan diatas, jika pada masyarakat muncul fenomena memakai pakaian bekas import, hal itu menunjukan fakta yang mempertegas tentang teori tadi. Seiring sebuah pepatah Jawa mengatakan Ajining raga gumantung ing busana yang berarti bahwa seseorang bisa terlihat dari busana yang dipakainya, dan hal itulah yang akan menjadi penilaian orang lain terhadap diri orang yang memakainya. yang tak lepas dengan aspek psikologis dari pakaian itu sendiri.

2 Responses to Aspek Psikologis dari Pakaian

  1. darfin arifin says:

    Tentu saja, tapi kalo aku lebih suka pakaian yang nyaman si, dan yg jelas style nomer 1 haha

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *