Fenomena Film Ayat-ayat Cinta, Menumbuhkan Minat Baca
Ternyata dari kesuksesan film ayat-ayat cinta, yang telah menjadi fenomena dalam dunia perfilman Indonesia terdapat sisi positif lainnya yang muncul, yakni menumbuhkan minat baca khususnya bacaan novel.
Ayat-ayat Cinta (AAC) mencetak rekor fantastis. Konon dalam kurun waktu 2 minggu saja sejak ditayangkannya dibeberapa bioskop telah mengumpulkan penonton sampai 2 juta lebih, sungguh rekor yang mencengangkan.
Dibanding semua film Indonesia lainnya, dalam 3 tahun terakhir, AAC memang beda. Cerita tentang seorang mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di Kairo, Mesir, ditaksir banyak gadis dari yang sama-sama berasal dari Indonesia, gadis asli Mesir sampai yang keturunan Jerman.
Penulis novelnya, Habiburrahman El Shirazy, yang memang pernah belajar di Kairo, tak hanya berhasil meramu kisah cinta yang indah dan menggetarkan, tapi juga menghadirkan atmosfir yang meyakinkan. Banyak pembaca novelnya yang dibuat terpesona sosok Fahri, tokoh utamanya. Novel AAC menjadi best seller sekaligus kembali melahirkan tren novel bernuansa islami.
Ketika novel ini difilmkan, tak berlebihan bila dikatakan AAC menjadi film paling ditunggu tahun ini. Pembaca yang sudah terbius novelnya memang tak sepenuhnya puas setelah menonton filmnya. Versi novel jelas memiliki keleluasaan menokohkan siapa saja, mengambil seting di mana saja, atau melibatkan tokoh mana pun. Sesuatu yang sering tak mudah untuk dipindahkan ke layar film. Terlepas dari problem teknis yang dialami sutradara dan produsernya, yang kemudian melahirkan sedikit kekecewaan pembaca novelnya, AAC tetaplah film yang menarik ditonton.
Banyak penonton yang tak kuasa menahan air mata yang meleleh di pipi menyaksikan adegan-adegan mengharukan. Sebut saja seorang Eko Patrio pelawak ternama dalam candaan Ivan Gunawan di sebuah acara televisi, dia katanya menangis saat menonton film ayat-ayat cinta. Wallahualam.
Fenomena itu ternyata dapat mengundang sisi positif lainnya, masyarakat Indonesia yang benar-benar mengapresiasi karya sastra khususnya novel, sekarang jumlahnya meningkat. Ini kabar yang baik bagi perkembangan dunia sastra Indonesia. Kisah cinta orang dewasa dengan nuansa islami, nyatanya justru bisa menggiring lebih banyak penonton, bukan hanya ABG, tapi juga ibu-ibu, untuk datang berbondong-bondong ke bioskop.
Tidak bisa dipungkiri, meningkatnya minat masyarakat membaca novel, dipengaruhi oleh novel-novel yang laris dipasaran. Salah satu momentumnya adalah novel Ayat-AyatCinta. Kang Abik, panggilan akrab Habiburrahman, sebagai pengarang Ayat-Ayat Cinta disebut-sebut membawa angin segar bagi novel novel islami. Sampai saat ini, novel pembangun jiwa Ayat-Ayat Cinta yang diterbitkan tahun 2004, masih menempati etalase best seller diberbagai toko buku. Dengan begitu pembaca novel Ayat-Ayat Cinta masih akan terus bertambah.
Ramainya pembaca Ayat-Ayat Cinta juga menjadi barometer para pengarang menulis sebuah cerita. Semakin banyaknya masyarakat yang mengapresiasi novel memberikan fenomena sendiri. Meningkatnya minat baca novel-novel di atas bukan tanpa alasan. Kebanyakan, pembaca merasa mendapatkan sesuatu dari novel yang dibacanya, seperti Ayat-Ayat Cinta sebagai contohnya.
Mereka yang telah membaca novel tersebut sebagian besar merasa diajarkan bagaimana menikmati cinta yang islami dan bagaimana mempertahankan prinsip agama yang kuat di zaman yang serba sekuler dan hedonis. Kang Abik tidak memungkiri, selain menulis cerita, dirinya menyampaikan dakwah Islam. Bisa dikatakan, Ayat-Ayat Cinta sebagai novel sastra yang berhasil memadukan dakwah, tema cinta dan latar belakang budaya suatu bangsa. Bagi yang belum sempat membacanya barangkali tak dapat membelinya, bisa baca Cerita Ayat-ayat Cinta ini.
Novel-novel yang booming, tidak hanya menumbuhkan minat membaca. Tetapi juga menumbuhkan minat banyak orang untuk menjadi penulis. Apalagi penghasilan yang didapat seseorang dari menulis tidak bisa dianggap remeh. Konon, Kang Abik bertahan membiayai kuliah dan kebutuhan sehari-harinya di Kairo dari hasil menulis. Dia menulis secara profesional pertama kali saat masih kuliah di Cairo. Dan itu dilakukan agar bisa survive belajar dan hidup di Kairo. Kabarnya, hanya dari hasil penjualan novel Ayat-Ayat Cinta saja royalti yang dikantongi Kang Abik mencapai 1,8 miliar rupiah. Selain itu, ternyata seorang penulis juga memiliki gengsi yang tinggi. Wow….. Suatu profesi yang sungguh menggiurkan.
memang yang anda utarakan sangat tepat saya juga jadi tersentuh ketika melihat film AAC
film aac bagus juga meskipun novelnya kental akan ekspresi narsisme dan egomaniacal dari penulisnya yang dikemas dalam eksibisme kesalehan dan kealiman. Menurut gua cerita di novel aac merupakan keinginan bawah sadar dari penulisnya untuk dipuja-puja. digila-gilai , dipuja2kaum wanita. Sebuah obsesi yang tidak mencapai kenyataan, akhirnya diproyeksikan dalam bentuk novel. Mungkin penulisnya pengen banget jadi nabi Yusuf. Dipenjara, difitnah, ganteng, sholeh, alim dan dikejar-kejar cewe-cewe. Mantaaap
syirik amat sih nee org, 😛
emang dah kenal kentel bgt kenal ma penulisnya.pke nuduh2
“just try to think positif.”
#3 Menurut saya pribadi berpikir positif itu merupakan suatu hal yang penting bgt. Maaf, yg dimaksud orang yg syirik itu siapa ya? Jujur saja sy ga kenal sama sekali sama penulis novel nya.
bagus sekali
Memang biasa sih ada pro dan kontra dari setiap benda. Dalam konteks ini adalah novel dan Film AAC. Luar biasa saya tertarik kepada ketertarikan saudara Indra untuk membahas AAC. Dalam dunia jurnalistik saya tahu bahwa pro-kontra jadi seni penulisannya.#2 dan #3 cukup mencoba menciptakan momen seni jurnalistik yang bagus. Oya semoga tambah banyak ide bahasan ya…(khusus untuk para penulis)